Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2020

Tentang Tujuan - 2

Gambar
"Untuk mencapai titik yang lebih tinggi" adalah sebuah ikhtiar keyakinan dari seorang saya, bahwasanya dalam berproses pun kita perlu hitungan progres. Agar terukur langkah yang genap berlalu hingga kita sempurna beranjak dari titik semula. "Untuk mencapai titik yang lebih tinggi" adalah sebentuk ikhtiar keyakinan dari seorang saya, untuk menguatkan pundak di kala terhempas badai kebimbangan. Ragu adalah sebatas kewajaran, pertanda kita manusia seutuhnya. Namun, membiarkan diri hanyut dalam gelombang keraguan, bukankah hanya akan membawa kita menuju jurang kemunduran? "Untuk mencapai titik yang lebih tinggi" adalah sebentuk ikhtiar keyakinan dari seorang saya, bahwa untuk bebas kita perlu merdeka. Dalam menentukan kemana arah jejak membawa pergi. Dalam menentukan kemana laju jarum kompas menuju. Untuk setangkup cita yang menggantung di angkasa, untuk segenap harapan yang berlayar di lautan awan. "Untuk mencapai titik yang lebih tinggi&

KEPING KEDUA PULUH TIGA : Jujurlah Kepada Allah

Gambar
o-●-o-●-o-●-o-● فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ “Tetapi jikalau mereka berlaku JUJUR pada Allah, niscaya yang demikian itu LEBIH BAIK bagi mereka.”   [QS. Muhammad: 21] إِنْ تَصْدُقِ اللَّهَ يَصْدُقْكَ “Jika engkau jujur KEPADA ALLAH, niscaya Allah akan jujur KEPADAMU.”   [HR. An-Nasai] o-●-o-●-o-●-o-● Tentang semua doa-doa kita,  utarakanlah dengan sepenuh kejujuran di hadapan Rabb Yang Maha Mendengar. Tentang mimpi-mimpi yang kita harapkan,  sampaikanlah dengan sesungguh kejujuran di hadapan Rabb Yang Maha Mengetahui. Tentang kebaikan-kebaikan yang kita citakan,  panjatkanlah dengan setangguh kejujuran di hadapan Rabb Yang Maha Mengabulkan. o-●-o-●-o-●-o-● Setiap dari kita tentu punya pencariannya masing-masing. Sebuah bagian dalam lika-liku kehidupan; proses yang lalu menuntun kita pada kesimpulan jawaban kita sendiri. Inikah dia? Di hadapan padang pencarian nan luas tersebut, kita terkadang hilang ditelan arah. Diombang-ambing badai kegama

Tentang Tujuan - 1

Gambar
Tempo hari, di salah satu rangkaian seleksi wawancara yang saya ikuti, salah satu penguji tiba-tiba bertanya, "Alasan apa yang membuat Anda memilih bergabung dengan kepengurusan organisasi ini?" Saya katakan : "Untuk terus berkembang dan bermanfaat. Untuk mencapai titik ketinggian yang lebih tinggi. Untuk merdeka. Seutuhnya." Jawaban yang mungkin bagi sebagian orang terasa sangat ambisius dan 'angkuh'. Tapi setidaknya, jawaban tersebut mencerminkan prinsip mendasar yang saya yakini kebenarannya. Dan itulah yang kini menjadi garis haluan saya untuk terus berjalan lebih jauh. Maka dimanapun itu nanti, semoga Insya Allah tak mengapa. Karena tujuan kita bukan lagi sekadar se-tampuk kekuasaan, atau se-tumpuk kekayaan. Melainkan asas kebermanfaatan yang membawa diri kita menjadi lebih baik, dari hari ke hari. Selamat Berkarya. Sembari menanti seluruh gelaran takdir yang telah kita ikhtiarkan bersama. Kini maupun nanti. Qui Audet Adipiscitur! --------

Seberapa Mahal Sebuah Informasi

Gambar
------------ Seberapa mahal sebuah informasi? Dalam isu virus Corona (covid-19) yang sedang menghangat akhir-akhir ini, informasi dapat dikatakan seharga seluruh kerugian yang ditanggung dunia bersebab penyebarannya. FYI, berdasar laporan analisis yang dirilis oleh Asian Development Bank (ADP), wabah infeksi virus Covid-19 dalam skenario terburuknya dapat menyebabkan kerugian dunia hingga $347 milliar atau setara Rp 5.472 triliun (kurs Rp 15.770 per dollar AS) dengan Tiongkok sebagai negara terdampak paling besar. Seandainya informasi atau pengetahuan seputar vaksin virus ini sudah diketahui sedari awal, boleh jadi dunia tak perlu melewati seluruh kerugian tersebut. Tiongkok, Italia, Malaysia, dan kini Prancis tak perlu menutup penuh akses kegiatan di negerinya. Liga-liga sepakbola di seluruh penjuru tak perlu ditunda dan kehilangan potensi keuntungan dari hak siar mereka. Perekonomian Indonesia pun tidak perlu sepontang-panting seperti yang kita lihat hari ini (kurs Rupiah

ZAKAT dan GAYA HIDUP KITA

Gambar
Source : Here ------------------------ Siapa yang tak kenal potensi Zakat? Puluhan seminar, ratusan paper, ribuan diskusi boleh jadi telah jamak dilalui segenap mahasiswa Islam di Indonesia terkait dengan potensi Zakat dalam rangka mengentaskan kemiskinan di negeri tercinta. Tapi adakah yang sedemikian itu telah berhasil berpengaruh banyak pada realita di lapangan? Mungkin sudah. Mungkin belum. Ini menarik untuk dikaji lebih lanjut, meski saya pribadi sedang dalam posisi untuk menyetujui pendapat : sudah, tapi baru sedikiiiit sekali. Mengapa? Pertama, jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2019 masih 25,14 JUTA orang. Itu hampir 2,5 kali lipat dari jumlah penduduk DKI Jakarta. Dan kedua, meskipun ada penurunan presentase kemiskinan yang cukup signifikan di tingkat Nasional (dari 9,66% menjadi 9,41%) pada tahun 2019, zakat masih belum menjadi salah satu faktor utama di balik hal tersebut. Berdasarkan catatan BPS, faktor-faktor yang berpengaruh besar t

O-Ojek Online

Gambar
Di Jakarta, serunya menggunakan ojek online bukan hanya karena harganya yang begitu bersahabat dengan kantong kita. Namun juga ada pada cerita serba nano-nano dari tiap driver yang kita temui. Setiap mereka punya cerita masing-masing. 50 driver kita temui hari itu, maka di hari itu pula kita kita akan mendengar 50 kesan yang berbeda satu sama lain. Di waktu pagi bisa ketawa sembari meringis. Eh, di waktu sore gantian dengan cerita miris. Hari ini berbagi kesan paling seru, lain waktu gantian tertegun mengharu biru. Dalam pelbagai percakapan yang berulang kali terjadi, saya selalu mengenalkan diri sebagai pendatang dari luar Jakarta. Mungkin karena itu, cerita yang paling banyak saya dengar rata-rata hanya seputar ruwetnya Jakarta atau manis-pahit menjadi driver ojek online. Tapi terkadang, jika sedang beruntung, percakapan tak sengaja di atas kendaraan tadi bisa meluas begitu jauh hingga membahas urusan politik pilkada 2018 (serius, suatu ketika saya pernah ditodong seputar jag

N-Nongkrong Nambah Iman

Gambar
Adalah Muadz bin Jabal r adhiyallahu 'rnhu yang  kerap mengajak sahabat-sahabatnya untuk berbincang sejenak seraya berkata, " Ijlis bina , nu'min sa'ah ; yuk, kita duduk sebentar , sambil kita (nambah) iman sesaat..." Ungkapan di atas adalah ungkapan cinta, pertanda bahwa duduk bersama para sahabat-sahabat nan sholih adalah satu dari sekian kemuliaan juga kebanggan di hadapan para Malaikat serta Rabbul 'Alamin. Itu adalah majlis, dimana iman kita bertambah seiring dengan kehadiran mereka, penuh dengan beragam kebaikan serta nasihat nan Inspiratif.  Maka inilah kongkow yang bukan sekedar kongkow, ngobrol yang bukan cuma hanya ngobrol antah berantah, tapi juga sebagai ajang untuk memetik amal kebaikan untuk kampung akhirat kelak. Inilah Nongkrong (sambil) Nambah Iman. Alhamdulillah. Tadi malam, kami genap kembali dapat berkumpul bersama setelah sekian lama berpisah karena seabrek rutinitas masing-masing, meski baru seperlima yang bisa hadir dar

KEPING KEDUA PULUH DUA : Tentang Ketenaran

Gambar
1 juta like.  2 juta viewer.  3 juta follower.  4 juta subscribers. Bilangan-bilangan yang terus dikejar, demi satu bentuk kepuasan akan makna kesempurnaan. Olehku. Olehmu. Oleh kita. Itu baik. Sungguh. Selama niat kita sempurna utuh demi kebermanfaatan pada sesama, tanpa melanggar maksud murka Ilahi, seraya membentengi darinya keberadaan ujub, takabbur, riya, dan sum’ah; mengapa tidak? Namun juga jangan terlupa, bila ketenaran pun pada hakikatnya adalah sebentuk tanggung jawab. Ujian amanah, yang tentu bakal dimintai mas’uliyyah (pertanggung jawaban) nya kelak ketika di persidangan akhirat. Tentang apa? Perihal tontonan yang menjadi tuntunan di tengah khalayak pengikut kita. Karena bila ditelisik lebih jauh, ketenaran kiranya tak berbeda jauh dengan kepemimpinan itu sendiri. Mengajak dan mempengaruhi orang-orang di sekitar untuk turut meniru dan membiasakan dengan segala yang kita pertunjukkan. Dan itulah yang mesti kita pertanggung jawabkan kelak. Kisah Imam Ahmad mun

CHIEF's NOTE : Asas Berorganisasi

Gambar
  Berorganisasi itu jangan naif. Ayah saya, sebelum saya mulai berkecimpung dalam dunia organisasi, ketika saya masih seorang pemula di Ibukota, sempat berkata, "Kalau kamu nanti masuk organisasi, ya manfaatkan buat kepentingan kamu juga. Jadikan batu loncatan. Perluas wawasan. Cari kenalan. Supaya kamu jadi lebih hebat. Tumbuh lebih dewasa. Di organisasi jangan cuma kerja sekedar kerja, disuruh kesana kemari, kayak kita cuma jadi tukang suruh aja...." Ah, saya kira memang ada benarnya. Karena organisasi yang sama sekali tak memberi manfaat, untuk apa kita ikut sertakan, bukan? Makanya saya katakan : berorganisasi jangan naif. Jangan dikira, kita hanya sekedar anak buah yang mengikut mutlak apa kata pimpinan tanpa tahu perihal maksud tujuan serta manfaat di baliknya. Jangan. Nanti kita hanya akan menjadi generasi bebek, menyosor kesana-kemari tanpa tahu kemana juntrungan. Serba ikut arus, terombang-ambing, dan tak lagi bersikap mandiri. Akan tetapi, boi, manfaa

CAKRAWALA RINDU : Sketsa Tujuh

Gambar
Langit kembali bermega mendung. Di sudut keramaian, aku berhenti barang sejenak. Mengenang ragam jejak perjalanan di tengah lalu lalang manusia kota ini. Aku merindu. Tapi tentang patah hati, adakah yang semudah itu, Kasih? Sebakda pergimu, aku terkulai layu di ambang waktu. Beringsut mengusir gontai yang tetiba menghiasi puncak karsa : aku harus pergi. "Untuk melupakan, kita butuh kesibukan", kata salah seorang kawan. Baiklah. Sepekan kemudian, aku mengiyakan 5 tawaran pekerjaan yang sedianya sedari dulu kutolak berkali-kali. Aku seakan hanyut tenggelam. Bersama rutinitas baru, aku terus berlari, seakan berhenti hanya membuatku kian bertambah gersang rasa. Semata demi melupakanmu. Lantas, adakah semua kan usai sesaat sebakda itu? Seutas senyum tersungging samar di bibirku. Menatap angkasa yang kian pekat gelap bewarna abu, seakan bersiap menggelar tirai terakhir sebelum embun riak turun berhamburan dari lautan langit. "Belum.... bahkan tidak sama s

CHIEF's NOTE : Menyatukan Pikiran

Gambar
Menyatukan perbedaan itu susahnya minta ampun. Padahal ketika kita menjadi pemimpin, tugas pertama yang harus kita lakukan adalah menyatukan segala perbedaan yang sekiranya mungkin terjadi. Naiknya kita ke kursi kekuasaan, boleh jadi juga menimbulkan perbedaan tertentu di kalangan hadirin. Itu lumrah. Sebagaimana adanya mereka yang sedia mendukung, tentu tak sedikit juga yang berbeda pilihan, bukan? Disitulah letak tantangan tersebut berada. Untuk merangkul seluruh kalangan. Agar keberadaan kita dapat memberi kebermanfaatan maksimal pada sesama. Agar sisa energi kita tak sekedar dihabiskan untuk beradu argumen semata, namun untuk kepentingan-kepentingan yang lebih visioner di masa mendatang. Menjadi pemimpin bukan sekedar duduk di ketinggian singgasana sembari memberi perintah pada mereka yang di bawah. Memimpin adalah tentang menyatukan benang-benang perbedaan di setiap sudut kekuasaan, merapikannya dalam sebentuk jahitan yang kuat, agar mampu menjadi selembar kain yang kokoh

BATAVIA’S DIARY : Mati Rasa

Gambar
Dear Diary, 2 tahun hampir berlalu. Tentang Ibukota, apa kabarku? Jika dahulu di masa-masa awal kedatanganku di Ibukota aku setengah mati membenci lalu-lalang kemacetan yang saban detik terjadi, kini beberapa saat kemudian, entah kenapa rasanya aku mulai terbiasa dengan itu semua. Jika dulu macet yang sekejab sudah sanggup membuatku manyun berjam-jam, mengeluh sepanjang hari, sekarang semua terasa…… biasa. Aku kehilangan empati dan simpati. Bahkan beberapa kali, aku pernah berjalan menyibak macet tanpa memikirkan apapun. Hanya berjalan menerabas antrian kendaraan di hadapan. Mengikuti arus dan terus menerjang maju. Tentang Ibukota, apa kabarku? Ah seiring waktu, sejujurnya memang ada yang kian berubah dalam diriku. “Tapi bukankah itu pertanda baik? Itu artinya kamu sudah berhasil sebagai manusia. Untuk beradaptasi. Untuk menyesuaikan diri...” kata seorang kenalan. Yup. Memang betul. Tapi dalam skala yang lebih luas, itu mulai membuatku bertambah khawatir. Seiring wak