Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2020

MAKANAN dan Peradaban Manusia

Gambar
Pagi ini, saya baru saja menghabiskan film " Aruna dan Lidahnya ". Sebuah tontonan menarik di penghujung pekan, memanjakan mata dengan beragam racik kuliner dari beberapa kota Nusantara. Tapi saya di sini bukan sedang hendak me- review film tersebut. Itu nanti bisa kita obrolkan santai bersama secangkir kopi dan teh jika bersua bersama. Bakal lebih asyik dibanding menyimak ulasan dalam tulisan, ya kan? Hehe... Bicara tentang makanan, saya menelusuri banyak gagasan. Bahwa ternyata perihal makanan, rupa-rupanya memang menyimpan khazanah yang begitu luas. Setiap cita rasa, mewakili beragam sudut pengetahuan yang pernah dimiliki umat manusia. Dari Sabang sampai Merauke, dari ujung selatan Afrika hingga penghujung utara tanah Rusia, semua punya resepnya masing-masing. Meski berbeda rupa dan nama, sekali disajikan, tetap saja menggoda sensasi kelezatan di lidah. Itulah makanan, dengan ke-universal-an pesonanya. Makanan sendiri merupakan bukti dari proses adaptasi peradaban manusia

Jurnal Syukur : Preambule

Gambar
[Source : Here ] Suatu ketika, waktu bertanya kepadaku, bagaimanakah engkau akan mengingatnya nanti kala kenangan telah memudar dan usia genap habis berpendar? Aku sejenak berpikir. Lalu disinilah kata-kata kemudian berkumpul dan berserak rapi. Agar pertemuan yang sempat terjadi tak lantas hilang bersama angan ingatan. Tentang kita, aku lalu engkau. Jurnal Syukur ini ada dan tertulis bersamaku, dengan harapan agar kita yang bertemu baik-baik, semoga jua dapat berpisah dengan sama baiknya. Meski takdir boleh jadi belum tersingkap sepenuhnya, namun inginku hanya sekedar jangan sampai ada sembab yang terjerambab dalam jeda singkat di antara kita. Kata seorang kawan, coba syukuri seluruh laksa perjalanan yang telah terjadi, semoga ada kedamaian dan penerimaan di dalamnya. Baiklah, dan karena itulah jurnal ini ada di hadapan engkau kini. Sebagai salah satu noktah penghujung ikhtiar, dari perjalanan seorang pengembara ketika memperjuangkan rasa yang sempat menghampiri.  Sebab sejauh apapun h

Patah-Hati

Gambar
[Source : Here ] Patah hati itu, yo , sedikit banyak memang menyakitkan, boi. Namanya juga "patah", yang bila merujuk KBBI diartikan sebagai (1) putus tentang barang yang keras atau kaku, biasanya tidak sampai bercerai atau lepas sama sekali; atau (2) terhenti, tidak dapat berlanjut lagi.  "Patah Hati" sendiri disitu diartikan lebih lanjut sebagai (1) hilang keberanian; (2) hilang kemauan, tidak mau berusaha lagi; atau (3) kecewa karena putus percintaan, kecewa karena harapannya gagal. Makanya patah hati itu dimana-mana bawaannya selalu lesu dan tak bertenaga. Ada kecewa yang bersemai di rongga hati yang kosong sebahagian. Itu wajar. Tapi, boi, tentang kata "patah", angan ingin kita tak boleh selamanya tentang pesimis dan putus asa.  Tentang "patah" , kita juga sebaiknya mengingat dengan baik satu pribahasa yang telah sering kita dengar : " patah tumbuh hilang berganti " , bahwa segala sesuatu yang hilang selalu akan ada penggantinya. I

Memaknai Perjalanan

Gambar
[Source : Here ] Pernah tidur di atas dek kapal? Saya pernah. Di atas kapal yang sedang melaju membelah ombak menuju Pulau Madura, saya tertidur begitu nyenyak selama beberapa saat. Terbuai bersama angin laut yang begitu sejuk, dan keindahan malam berbintang di angkasa awan, meski terkadang tercium bau mesin kapal, tapi amboi tetap saja, itu salah satu malam terbaik yang pernah saya miliki.  Pernah tidur di dalam gua di atas puncak gunung tanpa selimut? Rasanya dingin begitu menggigil. Di ketinggian Lawu, saya dipaksa tidur dengan sekedar sarung dan pakaian di badan. Angin bertiup kencang menusuk hingga sembilu, membuat tidur kami tak terasa nyenyak sama sekali hingga mentari terbit di ketinggian pagi. Pernah tidur di depan air terjun? Asyik bangeeet. Di Curug Sodong, Sukabumi ada 3 tingkat air terjun. Setelah perjalanan yang lumayan ekstrem, kami berhasil mencapai tingkat paling atas. Disitulah kemudian saya asyik merebahkan badan, sambil menghadap air terjun yang menumpahkan air dari

Kado

Gambar
[Source : Here ] Apa kado terindah untuk seorang kekasih? Doa. Karena sekalipun kita berjauh dan tak berjodoh, dalam doa, setidaknya 2 nama kita dapat bersama dalam satu penghujung kalimat kebaikan : untuk bahagia. Selamat Melanglang, Semoga Panjang Umur, Kekasih. ------------ Ibukota Lama, 13 Juni 2020 Kepada Angin

Tentang Kata-Kata

Gambar
[Source : Here ] Kata-kata adalah kekuatan.  Di tanah rantau Maninjau, saya berkenalan dengan salah seorang Gurunda, yang ketika beliau mempunyai anak pertama, sedari kecil sudah ditimang-timang sembari berucap, " Ini besok kalau udah gede masuk Gontor ya..... " Ajaib. Ketika masa usia bersekolah tiba, anak tersebut tenyata dinyatakan lulus diterima di Pondok Pesantren Gontor Putri 1, ribuan kilometer jauhnya. Kata-kata adalah kekuatan. Coba tebak, mengapa seorang penyair Chairil Anwar, tetap semerbak harum namanya bahkan hingga hari ini? Karena dia mampu memberikan nyala kekuatan untuk sebuah bahasa baru, -bahasa Indonesia-, yang ketika itu baru berusia seumur jagung. Dengan kosakata yang masih serba terbatas, dia mampu berceracau menggugah semangat serta kesadaran para pembaca. Mewarnai revolusi perjuangan sebangsa setanah air, dan pada puncaknya, membantu memperkaya khazanah kebahasaan bahasa Indonesia itu sendiri. Kata-kata adalah kekuatan. Bahkan doa-doa yang sedari dulu

KEPING KEDUA PULUH SEMBILAN : Dusta yang Tak Disengaja

Gambar
Tentang menjaga kuantitas beserta kualitas ucapan, mari kita belajar menyeksamai hadis berikut. Dari Hafsh bin 'Ashim, bahwasanya suatu ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,  كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ "Cukuplah seseorang (dikatakan) berdusta, (jika) ia menyampaikan setiap apa yang ia dengar." [HR. Muslim no.6] Tentu menjadi sebuah pertanyan bagi kita, bagaimanakah kiranya kita dianggap berdusta, sedang kita sama sekali tidak meniatkannya hal tersebut? Kebetulan mungkin ada di antara kita yang ceriwis, suka bercoleteh, dan rasanya ada kelu di lidah jika sejenak berhenti berbicara. Jadilah dia kemana-mana selalu mengambil inisiatif sebagai tukang bercerita, menyampaikan segala apapun yang dia dengar dan ketahui di hari tersebut. Dia sama sekali tak ada niatan berbohong, hanya sekedar berbagi pengetahuan informasi kepada orang-orang di sekitarnya. Ah, masakan yang seperti itu akan dianggap sebagai pendusta? Tentang in

Hak Sesama

Gambar
Boleh jadi, sesuatu yang menghalangi lancarnya rezeki kita, adalah karena masih adanya hak-hak sesama yang tertahan gegara kita. Boleh jadi, sesuatu yang menghalangi terijabahnya doa-doa kita di hadapan langit, adalah karena masih adanya diri kita yang tersangkut kezhaliman pada orang lain. . Dalam luka dan ketidakrelaan, mereka lantas memunajatkan balasan yang adil dari sisi Dzat Yang Maha Melihat. Dan tentu, Allah begitu dekat dengan panggilan mereka yang terzhalimi. Maka, adakah dari kita yang masih sepatutnya merasa aman dari berbuat semena-mena terhadap hak sesama? _______________ 📌 Masjid Agung Sumenep, Madura 📸 @zuhair_najm _______________ Ibukota Lama, 19 Ramadhan 1441 H Mengingat Kenangan Lama

Negeri Gaduh

Gambar
Di negeri gaduh, semua bebas bersorak, semua bebas berteriak. Suara 1 orang ahli, akan tenggelam bersama pekik semarak ribuan komentar para penonton yang asyik menimpali tanpa tahu subtansi apapun. Di negeri gaduh, kebenaran dan kepalsuan dapat dibolak-balikkan semudah dengan menggerakkan opini publik. Jika dahulu segala kabar dianggap benar sampai adanya bukti yang menyatakan sebaliknya, maka kini, justru segala informasi yang beredar harus kita anggap salah sampai dibenarkan oleh bukti yang kuat, yang sayangnya bukti kuat itupun kini masih bisa disamarkan dengan segala macam cara.  Di negeri gaduh, dunia nyata saja sudah cukup membuat suntuk dengan teriakan-teriakan bising para rakyat manusia. Tapi yang lebih menakjubkan, dunia maya bahkan ternyata jauh lebih gaduh daripada itu semua. Berlindung di balik identitas anonim, semua orang tiba-tiba bisa menyamar menjadi pakar yang begitu lihai mengemukakan pendapat. Dibekali dengan kemampuan ciamik dalam mengolah kata-kata, ditambah denga

P-Pria Berambut Gondrong

Gambar
Perkenalkan, ini Arif Muhtar. Saya dan dia, banyak berbagi kelindan nasib dalam putaran roda kehidupan kami masing-masing. Saya, Arif, ditambah si Aryo, sempat bersama-sama menjalani 1 tahun penuh cerita di kawah candradimuka pesantren pinggir Maninjau. Itu hari-hari yg luar biasa. Penuh cinta dan nestapa. Dalam dekapan suka maupun duka.  Ada hari-hari dimana kami kompak menikmati puluhan durian yang dipetik langsung dari kebunnya. Berburu udang dan ikan di kedalaman danau Maninjau. Melanglang buana hingga setengah pelosok ranah Minangkabau.  Menikmati pagi yang berlalu dengan sepiring hangat pisang goreng 'keju'. Bahkan, ada petang-petang penuh kenangan ketika kami bersantap malam bertemankan hidangan sambal pisang. Ya, pisang disambal.  Sayangnya, setahun kemudian, semua genap berpisah. Menunaikan apa yang kemudian menjadi cerita tiap-tiap guratan takdir. Saya melanjutkan keping kehidupan di Maninjau, Aryo lanjut merantau di tanah Sunda, sedangkan si Arif mengejar pengalaman

KEPING KEDUA PULUH DELAPAN : Jejak Kebermanfaatan

Gambar
Imam Ibnu Katsir, ketika menafsirkan potongan kata 'AATSAAROHUM' dalam Surat Yasin ayat 12 : إِنَّا نَحۡنُ نُحۡیِ ٱلۡمَوۡتَىٰ وَنَكۡتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَـٰرَهُمۡۚ  "Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan BEKAS-BEKAS yang mereka tinggalkan." Beliau menukilkan 2 pendapat yang semoga dapat menjadi pembelajaran bagi kita pada hari ini. Pertama, yang dimaksud dengan 'AATSAAROHUM' adalah dampak yang terjadi sesudah seorang muslim melakukan perbuatannya. Jika berdampak positif, menggerakkan orang untuk berbuat kebaikan yang semisal, maka tentu dia memperoleh ganjaran pahala. Sebaliknya, jika ternyata perbuatan yang ia lakukan justru mendorong orang untuk berbuat kejahatan serupa, maka sebagai balasannya ia akan beroleh catatan dosa di sisi Allah Ta'ala. Mudahnya, ini adalah konsep amal jariyah. Dan sebagaimana amal jariyah, dia dapat menjadi amal jariyah yang berbuah kebaikan (hasanah), dan

Jiwa Merdeka

Gambar
Ketika takut kita hanya untuk Allah, maka ketika itulah jiwa kita menjadi jiwa yang merdeka. Jiwa-jiwa yang merdeka tidak dapat dibeli dengan harta hadiah, gelar pujian, ataupun pangkat jabatan. Jiwa-jiwa yang merdeka hanya dapat ditukar dengan kemuliaan surga. Jiwa-jiwa yang merdeka tidak dapat diancam dengan rasa lapar, kemiskinan, penjara, pengusiran, atau bahkan dengan kematian. Karena justru merekalah barisan terdepan yang merindukan kematian itu sendiri. Jiwa-jiwa yang merdeka itu indah, bertaut dalam ukhuwah, tolong menolong dalam kasih dan sayang, saling mengenal dan menyapa, tersenyum meski belum bertukar nama. Jiwa-jiwa merdeka adalah mereka umat muslim itu sendiri, ketika dimana puncak takutnya hanya ialah kepada Allah semata. Ikhlaskan niat, Kawan. Semoga Allah berkenan menyatukan kita bersama dalam jiwa-jiwa yang merdeka seutuhnya. ------------ Lenteng Agung, 24 Ramadhan 1441 H - 19.01 Catatan Maninjau

Tersenyum dan Berbahagialah!

Tersenyumlah.  Sebab senyummu nanti,  akan menjadi contoh yang menyenangkan  untuk anak-anak kita kelak. Lalu berbahagialah.  Sebab bahagiamu itu,  akan menenangkan hati seorang aku,  suamimu suatu hari nanti. -------------- DISCLAIMER : Hati-hati. Halu yang berlebihan dapat menyebabkan ketawa-ketiwi sendirian di pojokan, atau berjingkrak-jingkrak loncat kesana kemari saking senangnya. Tidak dianjurkan untuk para Jomblo terhormat. Karena rentan terjebak dalam angan yang menyesatkan. 😉 -------------- Jakarta, 3 Syawal 1441 H

CAKRAWALA RINDU : Sketsa Sepuluh

Gambar
Harusnya hari ini, bukan? Ketika suatu malam aku memberanikan diri mengatakan, "Aku mencintaimu, Kasih. Aku siap menemui kedua orang tuamu." Tidak ada jawaban untukku malam itu. Namun beberapa hari kemudian, kutemukan secarik surat di pintu depan rumahku. Tertulis dikirimkan dari kediamanmu di kota sebelah. Isinya tentang permohonan maaf, bahwa sudah ada lelaki lain yang meminangmu terlebih dahulu. Hanya berselang beberapa hari sebelum aku mengutarakannya pada malam itu. Dan untuk menghormati keadaan tersebut, orang tuamu memintaku untuk mengerti, seraya mendoakan jodoh terbaik bagiku suatu hari nanti. Baiklah. Hidup harus tetap berlanjut, bukan? Sekurangnya aku telah mengambil lompatan penting dalam kehidupan masa mudaku. Doaku paling tulus ketika itu, aku bahkan berharap agar setiap dari kita diberikan kebahagiaan dalam menjalani segenap proses yang ada. Aku. Engkau. Termasuk laki-laki calon suamimu yang aku bahkan tidak tahu namanya tersebut. Tapi beberapa bulan berikutnya

KEPING KEDUA PULUH TUJUH : Kekayaan Hati

Gambar
Syahdan di Maninjau dahulu, saya sempat membaca salah satu keping hadis singkat nan berharga. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda,  لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ "Bukanlah kekakayaan itu tentang kekayaan harta benda, melainkan kekayaan sejati adalah kekayaan jiiwa (hati yang merasa cukup)." Sebuah hadist yang menggugah. Mudah dipahami susunan maksudnya, namun untuk menarik lebih jauh perihal hikmah di dalamnya, adakah sesederhana itu?  Bertahun-bertahun kemudian, saya menemukan penjelasan yang menarik dalam buku "Falsafah Hidup" , gubahan sang ulama maestro Maninjau, Buya Hamka.  Tulis beliau, kekayaan sejati adalah kekayaan hati! Karena apa-apa yang menjadi perbendaharaan hati, tak akan pernah dapat diambil oleh orang selain kita. Selamanya menjadi milik kita, tak akan bisa dipaksa beralih kepemilikan sekalipun oleh sekalian seisi bumi. Kita boleh saja jatuh