MAKANAN dan Peradaban Manusia



Pagi ini, saya baru saja menghabiskan film "Aruna dan Lidahnya". Sebuah tontonan menarik di penghujung pekan, memanjakan mata dengan beragam racik kuliner dari beberapa kota Nusantara.


Tapi saya di sini bukan sedang hendak me-review film tersebut. Itu nanti bisa kita obrolkan santai bersama secangkir kopi dan teh jika bersua bersama. Bakal lebih asyik dibanding menyimak ulasan dalam tulisan, ya kan? Hehe...


Bicara tentang makanan, saya menelusuri banyak gagasan. Bahwa ternyata perihal makanan, rupa-rupanya memang menyimpan khazanah yang begitu luas.


Setiap cita rasa, mewakili beragam sudut pengetahuan yang pernah dimiliki umat manusia. Dari Sabang sampai Merauke, dari ujung selatan Afrika hingga penghujung utara tanah Rusia, semua punya resepnya masing-masing. Meski berbeda rupa dan nama, sekali disajikan, tetap saja menggoda sensasi kelezatan di lidah. Itulah makanan, dengan ke-universal-an pesonanya.


Makanan sendiri merupakan bukti dari proses adaptasi peradaban manusia. Premis dasarnya, setiap manusia tentu menginginkan hidup yang nyaman. Salah satu cara mewujudkannya adalah dengan menciptakan makanan yang terasa pas di lidah dan perut. 


Dari situlah proses adaptasi tersebut dimulai. Dengan menyesuaikan beragam bumbu dan bahan yang terdapat di alam sekitar, manusia mampu menghidupkan jutaan resep yang berbeda satu dengan yang lain. 


Di Amerika cenderung berbahan gandum. Di Afrika, ganti sorgum yang banyak dipakai. Di Timur Tengah, hidangan daging adalah suatu kelaziman. Di Indonesia, masyarakatnya suka nasi, gak afdhal rasanya makan kalau enggak pakai nasi. Masih di Indonesia, tapi agak ke arah timur sedikit, hampir banyak penduduk yang bermakan pokok berupa sagu. 


Bukan itu saja. Proses adaptasi tadi juga menyebabkan setiap daerah memiliki masakan khasnya masing-masing. Rendang Padang. Sate Madura. Dodol Garut. Soto Lamongan. Coto Makassar. Ayam Betutu Bali. Sagu Papeda Maluku. Dan masih banyak lainnya. Itu baru skala nasional. Adapaun internasional? Hemmm, bakalan satu buku penuh kalau ditulis. Hehehe....


Semua makanan itu, menggambarkan perkembangan peradaban manusia yang menjadikan keterbatasan bentang alam sebagai sebuah batu loncatan untuk menghasilkan penemuan kelezatan yang lebih bervarian dan beraneka ragam. Itu merupakan pencapaian yang tak mungkin diperoleh seorang individu saja, melainkan bukti tak terbantahkan tentang proses penyempurnaan umat manusia dari satu masa ke masa berikutnya.


Ada banyak cerita yang tersimpan di balik sepiring makanan. Karena itulah kita harus bisa menghargainya dengan sepenuh hati. Bukan hanya sekedar perihal rasa, namun juga penghargaan terhadap arti kemanusiaan itu sendiri. Dengan begitulah, kita niscaya akan selangkah lebih dekat dalam memahami perjalanan panjang sejarah umat manusia. 


Tentang makanan, itu bagian pertama yang bisa saya ceritakan untuk hari ini. Apa hidangan favoritmu? Boleh tuliskan di kolom komentar. Siapa tahu kita mungkin berjodoh suatu hari nanti untuk makan dalam satu meja bersama, aha ya kan?


-----------


🥘 Resep Khas Yaman 
📌 Festival Budaya UIM, Arab Saudi
📸 @zuhair_najm


-----------

Ibukota Lama,
7 Dzulqoidah 1441 H - 16.41
Selamat Makan!

Komentar