Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2018

Batavia’s Diary : Another Beginning

Gambar
Dear Diary, Apa kabar, Djakarta? Ah, kota ini akan selalu tampak baik. Bahkan dari hari ke hari, kota ini kian maju dan modern. Lalu, apa kabar diriku yang kini? Aha, ini dia kawan, yang baru agak sedikit mengkhawatirkan. Kabarku kurang baik. Bahkan sepekan pertama di Ibukota ini, aku justru terkapar sakit di kamar kontrakan. Mual, muntah, pusing, hingga puncaknya tekanan darahku sempat turun ke titik nadir. Djakarta rupa-rupanya memang berbeda jauh dari Solo, Jogja, apalagi Manindjaoe. Sepanas-panasnya daerah di atas, tetap tak akan senahas kondisi di kota megapolitan ini. ‘Panas’ saja tak cukup untuk sekedar menggambarkan keadaan Djakarta di siang hari. Harus ada tambahan variabel beberapa kosakata lain, seperti : Macet, Polusi, Gerah, Ruwet, Bising, Perang Klakson, Harga Selangit ; dan semua itu harus disertai dengan keterangan : ‘Gila parah’ !!  And well, yah, itulah Djakarta yang saat ini kutinggali bersama jutaan rakyat Indonesia lainnya.  Jadi, kukira wajar, bahwa untuk

A-Ambisi

Gambar
Ambisi itu persis seperti bidikan memanah. Di mata terlihat dekat dan mudah, namun sesungguhnya sangat susah untuk menyasarinya. . 2 Pekan lalu, ketika belajar memanah di Jakarta bersama coach @zanky_archer , barulah saya paham bahwa memanah bukan sekedar olahraga menarik busur dan melepas anak panah begitu saja.  Untuk menyasar sasaran 3 m dengan tepat, setidaknya saya butuh 30 kali tembakan. Itupun belum bisa tepat di titik lingkar tengahnya. Padahal secara zhahir, sasaran tersebut hanya sejarak lemparan batu dari tempat saya berdiri. Dan itupun sudah jadi standar paling ringan untuk ukuran pemula. Tapi ya karena itu tadi, kok ya tetap susahnya ternyata minta ampun. . Jarak 3 Meter. Dekat di mata, tapi ya susahnya ternyata minta ampun untuk pemula seperti saya... Maka dari situ saya mengerti dan memahami, bahwa ambisi kita persis layaknya bidikan memanah. Serasa dekat, namun ketika coba diraih ternyata susahnya minta ampun. Berapa banyak di antara kita, termas

Kamu dan Mentari Pagiku

Gambar

KEPING KEENAM : Ketidaktahuan yang Menyelamatkan

Gambar
- ---------- Dalam banyak hal, ketidaktahuan terhadap sesuatu memang identik dengan kebodohan, kelemahan, dan kekurangan. Tapi dalam beberapa hal lainnya, ketidaktahuan terhadap sesuatu adalah anugerah, yang dengan itu justru menyelamatkan kita dari beragam madharat nan berbahaya. ----------- Di Maninjau, 2 tahun silam, saya punya seorang kawan unik. Setiap kali kami akan bertukar cerita, dia selalu bertanya terlebih dahulu, "Eh, ini tentang kejelekan orang lain, enggak? Kalau iya, mending aku gak usah tahu aja deh..Takut ntar malah kelepasan ngomong ke orang lain.." atau lain waktu berkata seperti ini, "Eh, ini tentang hal rahasia ya? Kalau iya, mending aku gak ikutan aja, deh... Takutnya nanti malah bocor di aku nya..." Begitulah. Ketika dia bicara demikian, saya biasanya hanya geleng-geleng kepala sembari membatin, "Lha ndilalahe, kok ada ya orang kayak dia...ehe." Di zaman serba kepo ini, sangat susah menemukan karakter semacam

KEPING KELIMA : Aroma Hujan

Gambar
Tentang Hujan, aroma apa yang langit hidangkan untukmu, kawan? ----------- Petang ini, Markaz Iqro, -tempatku bermukim- , tetiba diguyur hujan lebat. Kali pertama di bulan Ramadhan tahun ini. Air tumpah ruah, begitu deras, seakan bersuka ria kembali bersua dengan bumi pertiwi. Aku ikut terhanyut. Dalam pusaran tegun tiada ujung, menyeksamai setiap tetes kurnia langit yang turun mengguyur tanah dari tepian genteng. Aroma hujan sore ini begitu kental dengan bau nostalgia seperti biasanya. Ada sesesap rindu yang acap kali tertitipi ketika hujan turun. Bagi sesiapa yang pernah bersinggung jalan takdir dahulu, dan bagi setiap masa yang telah genap tergenapi di belakang, hujan seakan memanggil penuh hasrat untuk yang semua itu. Mengalir tak tertahan, mengisi relung hati nan terdalam, bersama dengan rintik rinai hujan yang turun tak terbendung dari langit. Hujan dan rindu sedari dulu memang pasangan yang serasi. Se-serasi teh dan gula yang menjadi menu takjil berbuka ku

PERGI (untuk) KEMBALI : Tentang Jogja

Gambar
Ada Jogja yang menjadi cerita terbaik kita hari ini. Dua kali hampir ketinggalan kereta, jelang pergi maupun kembali. Yang satu terselamatkan bersebab mengebut di jalan raya, sedang satunya berkat ngos-ngosan lari sprint di sepanjang jalur stasiun. 😥😥 Tiba di tujuan, tiga kali kami bolak-balik berjalan kaki dari ujung utara ke ujung timur, demi menunaikan kewajiban ibadah, menggenapi persyaratan, dan (yang paling membuat heboh) demi melengkapi berkas seorang kawan yang 'teledor' kelupaan. Saking hebohnya, kami bertiga sampai lupa mengisi jatah perut yang terlanjur keroncongan dari pagi. Alamakjang. 🤤🤤🤤 Terakhir ketika di Malioboro, bukannya asyik bersantai menikmati sore bersama riuh ramai di pusat wisata Kota Pelajar, yang ada kami malah justru jalan grasak-grusuk, salip kanan salip kiri seakan dikejar tagihan debt collector, demi menyusul waktu yang kian menyempit. Kali ini murni gegara ulah saya sendiri, pemandu wisata yang lebih khusyuk menawar mati-matian harga sebu

KEPING KEEMPAT : Syukur Sebenar Syukur

Gambar
----------- Perihal syukur, apa pendapatmu, kawan? Jika ungkapan syukur hanya terucap saat ada kendaraan baru, -BMW, Mercedes, Ninja, CBR- , lantas untuk nikmat kedua kaki yang senantiasa mengantarkan kita melangkah di muka bumi, apa yang hendak kita ucapkan? Jika ungkapan syukur hanya terucap saat punya kediaman baru –rumah betingkat, apartemen mewah, kondominium ekslusif- , lantas untuk nikmat kedua mata yang menunjukkan warna-warni dunia setiap saatnya, apa yang hendak kita utarakan? Jika ungkapan syukur hanya terucap saat beroleh penghasilan besar di siang hari, -turun gaji, bonus besar, THR Lebaran- , lantas untuk nikmat istirahat tidur yang setiap malam kita rasakan, apa yang hendak kita sampaikan? Jika ungkapan syukur hanya terucap saat bersantap makanan lezat lagi mahal, lantas untuk setiap tarikan nafas yang serba gratis ini, apa yang hendak kita ajukan? Ah, kawan. Untuk bersyukur sesungguhnya kita tak perlu menanti hal-hal besar datang dalam hidup kita.

Cakrawala Rindu : Sketsa Satu

Gambar
Diunduh dari : https://www.pinterest.co.uk/pin/191262315405319043/?lp=true Kata mama, kesendirian memang tak akan membuat manusia mati perlahan. Namun sunyi dan sepi lah yang justru membuat mereka menyesap peri nan sembilu tiada tertahan. Terasing. Terpinggirkan. Terlupakan. Tercacah dari segenap peradaban, meski sesungguhnya ada ribuan manusia lain yang lalu lalang di hadapan mereka, dan jutaan lainnya menanti di perangkat gawai terbaru mereka. . Jika selama ini engkau memang sendiri, maka kini biar kutemani dirimu agar tak lagi ada secuilpun sunyi sepi yang hinggap di hari-harimu. Karena kata mama, tiada romansa paling indah, tiada obat rindu paling mujarab, bagi para bujang maupun kembang, selain menyatukan ikatan janji suci mereka dalam mahligai pernikahan. . Dengan berdua kita bisa saling meminjamkan sayap. Terbang kemanapun kita suka. Melangkah kemanapun kita mau. Merangkai hikayat demi hikayat perjalanan dimana kita menyelam dalam suka maupun duka, berbagi m

PERGI (untuk) KEMBALI : Djakarta

Gambar
Diunduh dari :  https://pxhere.com/en/photo/1377752 Djakarta. Tak pernah terbayang, bahwa suatu hari nanti saya akan menjadi bagian dari hiruk pikuk kota metropolitan ini. Sekedar berkunjung atau berwisata 1-2 kali, masih cukup oke lah bagi saya pribadi. Namun untuk hidup luruh bersama seluruh gegap gempita Jakarta dan segala ihwal permasalahan sosialnya? Ah, kawan, saya kira negeri kita ini masih cukup luas untuk sekedar mencari tempat bermukim, bukan? Ada kota Solo yang selalu menjadi salah satu pilihan utama saya. Kecil, hangat, serba berdekatan, dan tentu tak seramai Ibukota kita ini. Atau ada pula Yogyakarta, tanah para sultan yang selalu dan selalu membuat saya rindu untuk sekedar mampir sejenak. Adem ayem, dikenal luas sebagai kota pelajar, dan yang paling membuat bangga tentu karena masyarakatnya yang luar biasa amat santun kepada para pendatang. Ditambah beberapa kota lainnya, tetap masih ada banyak pilihan selain Djakarta, bukan? Tapi, hehehe, apa daya… Misteri

Book for Our Life

Gambar

KEPING KETIGA : Perjalanan (bagi) Kita

Gambar
Bagimu, apa hakikat perjalanan?  Bagiku, perjalanan adalah cara kita untuk menyeksamai kehadiran Allah di tengah kelindan kehidupan kita.  Bagiku, perjalanan adalah cara kita untuk menyesapi kebesaran kasih sayang Sang Maha Pencipta dalam setiap simpang masalah yang menghadang.  Bagiku, perjalanan adalah cara kita untuk bertambah iman, melihat langsung betapa dekatnya Dia bersama kita, dalam setiap langkah yang mengayun perlahan. ------------ Akhir pekan lalu, saya berkunjung ke Ibukota Jakarta. Karena kehabisan tiket kereta, terpaksa saya berangkat dari Jogja menggunakan moda bis umum. Pagi hari jelang keberangkatan, beberapa 'hal apes' tiba-tiba justru muncul merundung saya. Sahabat yang berjanji akan mengantar saya ke terminal, ternyata punya agenda mendadak yang tak dapat ditinggal. Walhasil, saya akhirnya ketinggalan bis dan harus dioper ke bis berikutnya. Bis berikutnya ini, -saya baru tahu ketika sudah naik di atas-, ternyata tujuan ak

KEPING KEDUA : Jadilah Orang Baik

Gambar
"Barangsiapa yang Allah kehendaki menjadi baik, maka Allah faqihkan dia terhadap agama...." (HR. Bukhari : 69) Satu malam, seorang sahabat tiba-tiba bertanya meminta saran kepada saya, "Eh, kasih motivasi dong biar semangat dan gak nervous buat ujian SBMPTN besok..." Saya, setengah mengantuk, hanya menjawab, "Istirahat aja malam ini. Serahkan sisanya pada Yang Kuasa di Langit." "Apa yang besok ditakdirkan jadi milikmu, tetap akan jadi milikmu. Dan apa-apa yang memang tak ditakdirkan menjadi bagianmu, dikejar kemanapun tetap gak akan dapat." "Saran aku, SBM bukan segala-galanya. Ada banyak jalan menuju roma, lebih banyak lagi jalan menuju jenjang kuliah. Nothing to lost..." "Yang terpenting, dimanapun kamu berada nanti, kamu harus tetap jadi orang baik. Dunia maupun akhirat." Ah, kawan. Malam itu memang benar bila saya menahan kantuk berat. Tapi apa yang saya tulis untuk sahaba

KEPING PERTAMA : Garis Nadir

Gambar
Photo by :  @tadabburdaily "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu AGAR kamu BERTAKWA..." ~(Al Baqarah [2] : 183)~ Ayat ini begitu singkat, pun di saat bersamaan begitu dalam. Terhadap mereka yang mengaku beriman, Allah menyeru kepada amalan shiyam (puasa) agar mereka menjadi orang-orang yang kian bertakwa. Ada yang asyik untuk kita telisik di sini. Yaitu tatkala Allah memakai pilihan kata 'LA'ALLAKUM' persis di bagian ujung ayat di atas. Kata 'AGAR' seharusnya membuat kita tersadar, bahwa sekalipun kita berpuasa; menahan diri dari makan dan minum selama sehari penuh, belum tentu akan mengantarkan kita pada derajat takwa di penghujung bulan nanti. Meskipun selama sebulan penuh kita bersusah payah menjalani haus dan lapar yang teramat payah, belum tentu jadi jaminan bahwa di hari kemenangan nanti Allah akan berkenan tuk menyandingkan kita dengan ge