Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

Sebuah Seni Menikmati Kesibukan

Gambar
Pekan kedua bulan Oktober ini, saya cukup babak belur dengan beragam kesibukan yang tiba-tiba mengemuka bersamaan sekaligus. Di kampus, ada UTS dan beberapa tugas pelajaran. Di FIM, ada pra-tugas Pelatnas 22 dan pendaftaran campaign komunitas. Di FoSSEI, ada kepanitiaan kegiatan FLF (FoSSEI Leadership Forum). Di KSEI AkSES Lipia, ada persiapan acara DEI dan beberapa proker besar lainnya. Dan di tengah seluruh kesibukan tersebut, masih ada juga saya yang lagi-lagi terlanjur mengiyakan untuk mengikuti salah satu lomba olimpiade online Ekonomi Islam di Surabaya.  Haha, memang melelahkan dan memang lumayan luar biasa tenaga yang kita perlukan untuk menghadapi seluruh agenda tersebut. Karena ibarat berjalan di atas titian tali, kita harus super hati-hati dalam mengatur manajeman waktu agar tidak mengacaukan jadwal kesibukan lainnya. Satu tugas molor, ya tentu jelas merembet kepada molornya agenda-agenda lainnya. Pertanyaannya, apakah saya merasa stress menghadapi itu semua? Oh, sudah barang

TRIBUTE : Mr. Apip

Gambar
Dear Apip,  Ketika kamu membaca tulisan ini, boleh jadi saya sedang asyik mengerjakan tugas, membaca bacaan, berdiskusi dengan orang lain, atu bahkan tertidur nyenyak di atas kasur kediaman. Tapi meskipun begitu, izinkan saya untuk turut menyoraki dan melepas masa bujang Anda dengan sepenuh gegap gempita. Bersama setangkup hangat cerita dari Ibukota, saya titipkan salam maaf beserta doa tahniah kepada Anda dan keluarga di rumah. Tentang saya dan Apip, ada rentang 12 tahun yang menjadi sumber dari segala ihwal keseruan-keseruan kami. Itu saja sudah bisa membuat saya tersenyum bangga. 12 tahun! Itu bahkan hampir mendekati setengah dari usia hidup kami hari ini, haha! Dari SMP hingga SMA, kemudian dari Malang-Jogja-Jakarta dan Malaysia, ada berapa banyak peristiwa yang telah kita lalui bersama, boi? Masih ingat ketika kita serombongan 'mlipir' wisata ke Malang sebelum dikirim pelatihan ke Pare? Atau hari-hari terakhir di Pare yang justru Anda habiskan untuk menamatkan game online

Pemuda itu Bernama Ibrahim ‘Alaihissalam

Gambar
Namanya Ibrahim ‘Alaihissalam, salah satu potret pemuda yang kepiawaiannya diabadikan oleh Allah dalam Al Qur’an. Kisah kepemudaan beliau ‘Alaihissalam, disebutkan Al Qur'an dalam sebingkai cerita perlawanan terhadap kebodohan kaumnya yang menyembah sesembahan berhala serta patung tak bernyawa. Perihal itu, sila kita seksamai bersama dalam serangkaian ayat 51 hingga 72 dari Surat Al Anbiya, dimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menyematkan secara khusus gelar “pemuda” kepada beliau ‘Alahissalam pada firman-Nya ayat ke 60 yang berbunyi, قَالُوا۟ سَمِعۡنَا فَتࣰى یَذۡكُرُهُمۡ یُقَالُ لَهُۥۤ إِبۡرَ ٰ⁠هِیمُ Artinya : “Mereka (kaumnya) berkata, ‘Kami mendengar ada seorang PEMUDA (فتى) yang mencela (berhala-berhala ini), namanya Ibrahim.” Ini menarik. Karena bila Al Qur’an telah menuliskan suatu kisah, maka niscaya selalu berujung pada dua hal kemungkinan : sebaik-baik cerminan atau seburuk-seburuk permisalan. Dan beliau – Ibrahim ‘Alaihissalam-, sudah barang tentu merupakan bagian dari golong

CHIEF's NOTE : Memberi dan Mencuri

Gambar
Semenjak meninggalkan tanah rantau Maninjau, saya punya prinsip, bahwa dimanapun kita nanti berada, kita harus selalu bisa "memberi" dan "mencuri". "Memberi", dalam arti keberadaan kita mampu meninggalkan sumbangsih kebaikan, menitipkan karya kebermanfaatan, serta menghadirkan beragam makna positif bagi mereka yang di sekitar. Lalu "mencuri", dalam arti dimanapun nanti kita berada, kita harus lihai berpandai diri mengambil jejak-jejak pengalaman dari orang lain, belajar dari kisah kehidupan mereka mereka guna mengimbuhi khazanah keilmuan seorang kita pribadi. Di FIM Jakarta sendiri, dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun, saya tahu bahwa saya tak akan mampu "memberi" sebanyak yang saya angankan. Namun karena itulah, saya justru menyadari, bahwa saya tak boleh sampai melewatkan kesempatan ini untuk "mencuri" sebanyak-banyaknya. Aji mumpung selagi bernaung di FIM, selagi bertemu orang-orang hebat nan luar biasa, ya sekalian-kan s

Pantang Nanggung, Sebelum Turun Panggung

Gambar
Tentang ikhtiar, saya punya cerita yang menarik. Syahdan, di salah satu kegiatan internal FIM Jakarta, saya didapuk menjadi penyiar acara pada malam tersebut. Tajuk pembahasan yang diangkat ketika itu ialah "Bounce Back", seputar tentang bagaimana kita berusaha untuk bangkit sebakda terjatuh dalam jurang keterpurukan.. Kegiatan ini, sedianya memang di-setting sedari awal seperti sebuah siaran radio, dimana pendengar bebas berbicara dan bercerita perihal tema yang disepakati bersama. Tugas saya ialah memandu jalannya acara agar tetap menarik, dan mengorek setiap cerita yang mengemuka agar jangan sampai kehilangan kedalamannya masing-masing. Salah satu cerita yang paling berkesan, adalah cerita dari Presiden FIM Jakarta sendiri, @izzudinfaras, ketika mengulik kembali salah satu momentum beliau di masa SMA terdahulu. Ceritanya begini. Dulu beliau sempat mengincar ingin masuk salah satu SMA favorit / terbaik di Jakarta ketika itu. Sayangnya, keinginan tersebut tidak berhasil dika

CHIEF's NOTE : Kita Berkarya dengan Membawa Nama Orang-Orang yang Percaya pada Kita

Gambar
Photo by Markus Spiske on Unsplash Satu kesempatan, saya terlibat dalam project organisasi yang terbilang cukup prestise. Proker terakhir, paling akbar, warisan pekerjaan dari pengurus sebelumnya, yang selama ini kami hindari karena skalanya terlalu besar bagi sumber daya kami ketika itu. Namun salah seorang sahabat dekat berhasil membujuk saya. Katanya, "Gampang kok, tingal set set set, jadi deh." Karena dia mengatakannya dengan begitu meyakinkan, plus dia juga berjanji untuk ikut serta membantu bagian terberat, maka saya pun akhirnya luluh dan merasa tertantang. Kami berdua kemudian bersalaman pertanda optimis. Ketika itu saya sebagai ketua tim hanya tersenyum nyengir. Sedangkan anggota kami, hanya bisa terperangah setengah tak percaya menyaksikan saya yang setuju untuk memulai project tersebut. Waktu berlalu. Dan tentunya, bicara memang selalu lebih mudah ketimbang kenyataan di lapangan. H-5, progress kemajuan masih sangat sedikit. 20% bahkan kurang. Anggota tim banyak ya

Untuk Orang-Orang yang Kalah

Gambar
Photo by Michael Dziedzic on Unsplash Apakah engkau memutuskan untuk membenci lalu melupakannya? Aku tersenyum. Meski tak mampu menyembunyikan kegetiran di salah satu sudutnya. Lalu kukatakan, "Tidak. Dan semoga jangan sampai. Bagaimana pun jua, dia pernah menjadi bagian dari doa-doa yang kuhaturkan ke hadapan langit. Bagaimana pun jua, aku pernah mencintainya dengan sesungguh hati pada suatu waktu ketika." Aku akan tetap disini, Kasih. Tersenyum tulus seraya mendoakan sebaik-baik kebahagiaan untukmu, untukku, lalu untuk kita semua. Karena bagi orang-orang yang kalah dalam urusan percintaan, pilihan mereka hanya bersisa pada pada dua hal : mengikhlaskan yang belum berjodoh, lalu menegarkan diri menuju puncak yang lebih kokoh. Itu terdengar cukup adil dan bersahaja bukan? --------------- Merasa sedikit terwakili dengan secarik sajak di atas? Sila tag orang yang bersangkutan.  --------------- Jakarta, 23 Agustus 2020

Pulang di Masa Pandemi

Gambar
Perjalanan pulang menuju Yogya-Solo beberapa hari terakhir, menyadarkan saya satu pelajaran tentang betapa pentingnya menghindarkan diri dari terjadinya fitnah. Meski sudah mengantongi hasil non-reaktif dari Rapid Test Covid-19 di Jakarta, tapi tetap itu tak serta menjamin ketenangan di hati masyarakat kampung. Prasangka orang jauh lebih cepat daripada penjelasan-penjelasan kita . Itu wajar. Oleh karena itu, berhati-hati sebelum bertindak merupakan suatu keharusan agar kita dapat bersikap lebih bijak. Setidaknya tujuan utama kita, -bersua bersama keluarga, mencicipi masakan Bunda-, sudah dapat terlaksana dengan baik. Adapun sisanya, -kesenangan dari sebuah silaturrahmi bersama sahabat lama, keseruan petualangan ke tempat-tempat baru-, ah kiranya masih bisa kita perjuangkan di lain kesempatan. Atau bahkan kalaupun memang silaturrahmi tadi tetap dirasa perlu, komunikasi via virtual kini sudah sangat memungkinkan untuk dilakukan, ya kan? Kita harus berdewasa bersama. Tidak perlu membuat g

TRIBUTE : Mr Simple

Gambar
Menjadi tua itu sebuah kepastian. Namun menjadi dewasa adalah tentang suatu pilihan. 1 tahun yang lalu, tengah malam lewat sedikit, saya dan dia mengobrol santai di sebuah warung burjo di salah satu sudut Ibukota. Obrolan kami ngalor-ngidul. Dari kenangan-kenangan konyol di Kampung 2 Menara, hari-hari perjuangan di tanah rantau Maninjau, tentang mimpi dan petualangan, hingga pandangan kami seputar dunia sesudah menikah nanti. Tapi dari sekian banyak obrolan kami pada malam tersebut, yang paling saya ingat adalah statemen dia yang dengan santainya mengatakan kepada saya, "Aku sepertinya belum akan menikah dalam waktu dekat, boi. Aku masih ingin banyak berjalan dan mencari pengalaman." Waktu berlalu. Dan setiap orang selalu mempunyai cerita cinta spesialnya masing-masing. Suatu hari, dia datang dan mengatakan kepada saya, bahwa semua asumsinya tersebut boleh jadi akan sepenuhnya berbeda dengan realita tahun ini. Dia sedang jatuh hati. Dan sungguh, dia benar-benar serius untuk m

RIHLAH MALAYA : Studi Banding Ramadhan antar Negeri

Gambar
Central Mosque of Songkhla, Thailand Gimana rasanya ber-Ramadhan di Semenanjung Malaya? Di Penang, suasana Ramadhan yang terliput terasa lebih 'kalem'. Tidak terlalu semarak, namun juga tidak sepi-sepi amat.  Salah satu penyebabnya boleh jadi karena jumlah masjid yang ada di Penang tak sampai seramai di Indonesia. Coba bandingkan, di negeri kita ini, tiap gang permukiman penduduk, bisa jadi punya tempat sholatnya masing-masing, lho ya. Dengan jamaahnya masing-masing. Mulai dari sekelas langgar, surau, musholla, hingga masjid jami'. Di Penang, dari apa yang kami temui, tidak seperti itu, kawan. Jumlah masjidnya lebih sedikit. Dan itupun rata-rata setingkat masjid besar semua. Ketika tiba waktu berbuka, tidak ada semarak lantunan adzan yang saling menyahuti dari kejauhan. Tidak terdengar hiruk-pikuk salakan klakson dari aneka kendaraan yang terjebak kemacetan jalanan. Tidak ada. Jadi terasa lebih, eh, syahdu mungkin, ya?  Postifnya, ifthor jama'i (buka puasa bareng-bareng

RIHLAH MALAYA : Safar di Bulan Suci?

Gambar
Giant Sektor 9, Selangor Mengapa perjalanan ini justru dilakukan di tengah Ramadhan penuh nanti? Mengapa tidak memilih hari-hari yang 'lebih bersahabat'?  Cukup mudah diterka, sebenarnya. Pertama, jelas untuk menghemat anggaran. Haha. Dengan berpuasa, setidaknya kami dapat menghemat pengeluaran untuk 2x makan, bukan? Dikali 5 hari perjalanan, tentu itu bukan sekedar biaya yang sedikit. Apalagi untuk ukuran kantong backpacker setengah nekat seperti kami. Haha... Untuk makan malam, kami juga tak perlu terlampau khawatir. Di bulan Ramadhan, biasanya banyak masjid-masjid yang menyelenggarakan ifthor jama'i (buka puasa rame-rame) dengan beragam pilihan menu nan lezat. Kami hanya perlu datang jelang adzan berkumandang, mengantri dengan rapi, lalu makan lahap dengan segenap syukur.  Duhai. Kami kira, inilah salah satu berkah Ramadhan paling nyata. Tatkala ada begitu banyak orang-orang baik yang saling berlomba dalam berbagi kebaikan serta kebahagiaan. Dan untuk kami, para pelinta

RIHLAH MALAYA : Ini Tentang Mimpi

Gambar
Georgetown, Penang, Malaysia. Ada satu hal yang belum saya katakan: saya fobia pesawat .  Selagi mungkin, saya jelas akan memilih transportasi lain. Bis, kereta, kapal, mobil pribadi, atau bahkan sepeda motor. Prinsip konyol saya, semua kendaraan yang saya sebutkan di atas tadi masih menyediakan opsi darurat ketika terjadi hal-hal yang tidak diharapkan. Saya masih bisa memecahkan jendela, atau bahkan loncat menerobos pintu keluar, sebelum kemudian berguling mencari keselamatan diri. Namun pesawat? Oh tentu saja, Kawan. Kita tidak bisa terjun begitu saja dari ketinggian puluhan ribu kaki, bukan? Apalagi diperparah dengan masifnya pemberitaan nasional ketika ada maskapai yang mengalami 'kegagalan' penerbangan. Terus diberitakan selama berminggu-minggu tanpa henti. Seakan semua itu kian meniup buhul-buhul ketakutan yang bermuara pada ketakutan kita semua : takut mati.  Aih, itu yang bikin repot. Saking keukeuhnya, ketika masih merantau di tanah Maninjau dulu, ada beberapa kesempat

RIHLAH MALAYA : Linimasa Bagian Kejutan

Gambar
Penyeberangan Feri Pulau Penang o-●-o-●-o-●-o-● "Pip, Ramadhan ini ane ke tempat ente ya?" "Serius?" "Hahaha. Gak tau sih. Tanya aja dulu. Mana tau kan..." "Oh, yaudah. Gapapa wes. Datang aja kesini. Jangan lupa kabari aku kalau jadi.." "Oke, siap." o-●-o-●-o-●-o-● Itu sejenak sebelum semuanya genap terjadi. Obrolan ringan yang tercetus dengan santai di sela-sela video call Jakarta-Malaysia, antara saya dengan sahabat @susilopiput. Kapan? Haha, awal bulan Mei ini.  Saya memang tipe-tipe serba mendadak. Ada ide, langsung garap. Ada kesempatan, langsung sikat. Riskannya, ketika semangat hilang, habislah sudah! Haha.. Makanya saya selalu butuh sahabat-sahabat terbaik untuk terus menyemangati saya dari segala sisi. Agar seluruh gairah tadi dapat terus diperbarui ketika mulai terasa lunglai, dan ide-ide yang bacut tercetus dapat terus dikejar agar sempurna terlaksana. Dalam cerita ini, sejawat @syarif_almoravid lah yang kemudian memerankan p

RIHLAH MALAYA: Sebuah Preambule

Gambar
Bismillah. Alhamdulillah. Sepekan terakhir, saya bersama @syarif_almoravid dianugerahi kemudahan oleh Allah untuk sejenak berjalan di atas muka bumi. Melihat ranah yang tak terkira luasnya, sekaligus mendaras begitu banyak pengalaman yang tak terkira harganya. Perjalanan luar biasa. Dimulai dari Pulau Penang di pinggir selat Malaka, lalu menyelusup masuk ke distrik Songkhla di negeri Gajah Putih, kemudian lanjut menjelajahi sejarah tua kota Kuala Lumpur, hingga kemudian mencari sesesap makna silaturrahmi di sudut kesultanan Selangor. Ada banyak cerita yang berkelindan di antaranya. Cerita-cerita yang kemudian ingin saya sajikan dengan penuh gegap gempita untuk kalian, Kawan. . Karena memang itulah salah satu tujuan dari perjalanan ini. Untuk belajar berbagai makna kehidupan, sekaligus menuangkannya dalam sebentuk bacaan yang renyah untuk dinikmati bersama. Tentu tak akan sempurna merekam seluruh jejak perjalanan.  Namun setidaknya, bagian-bagian terbaik akan coba saya utarakan dalam be

R-Regut

Gambar
Photo by Ilnur Kalimullin on Unsplash Regut, atau yang lumrah kita sebut dengan ‘tidur’, bila diseksamai dengan bijak, rupanya tak sesederhana dari yang terlihat. Tidur, sebenci apapun konotasi masyarakat yang ikut melekat padanya, tetap saja merupakan suatu keharusan yang harus tertunaikan. Siapa yang bisa menjalani hari tanpa tidur seditpun, eh?  Dari situ kita selayaknya memahami bahwa kita hanyalah makhluk biasa lagi lemah. Butuh istirahat. Butuh memejamkan mata. Lalu adakah dengan yang demikian kemudian kita merasa layak untuk menantang kebesaran Allah? Dzat Yang Maha Hidup; Yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya), Yang tidak mengantuk dan tidak sekalipun jatuh tertidur? Layakkah? Lebih jauh, sebelum beranjak tidur, kita bahkan kerap dianjurkan untuk memperbanyak bacaan wirid. Berdoa, agar semoga diberi lindungan keberkahan dari berbagai marabahaya beserta gangguan setan nan terkutuk. Dari mimpi-mimpi buruk. Dari jampi-jampi sihir pendengki. Juga doa agar kiranya kita diperkena

CHIEF's NOTE : Mengucapkan Terima Kasih

Gambar
Selama 4 bulan menjadi volunteer di FIM Jakarta, saya banyak belajar dan menemukan hal-hal baru. Salah satu hal yang paling sederhana, namun berkesan begitu mendalam, adalah tentang kebiasaan mengucapkan "terima kasih" kepada orang-orang yang telah membantu kita semua. Semisal kepada pembicara yang baru usai mengisi sesi SJLD ( Satu Jam Lebih Dekat ) setiap akhir pekan. Atau kepada rekan-rekan kita yang baru saja mengabarkan informasi bermanfaat ke grup bersama. Atau kepada sejawat yang baru rampung mengurusi program-program kita semua. Kepada mereka, tetiba banyak orang yang lantas bersegera bersama-sama mengucapkan : Terima Kasih! Saya takjub. Ternyata, tindakan yang terkesan begitu sederhana tersebut, punya dampak yang cukup besar kepada kita sebagai anggota. Kita menjadi kian lebih nyaman, apalagi untuk ukuran orang-orang baru seperti saya, yang sempat merasakan adanya ketidakakraban dengan para senior lainnya. Namun dengan sekedar ucapan "terima kasih" tadi, ah

Tentang Tujuan - 3

Gambar
Suatu hari, seorang sejawat bertanya kepada saya, " Katanya kamu dulu benci jabatan, tapi sekarang kok kayaknya makin eksis ya? Hehehe... " Pertanyaan tersebut, konteksnya adalah sebuah candaan, yang karena itu tak perlu kita ambil terlalu serius di dalam hati. Saya sendiri ketika mendengarnya justru malah sejenak terdiam lalu tertawa ringan. Bagi saya pribadi, pertanyaan barusan terbilang cukup menarik. Saya jadi bisa me-review ulang perjalanan saya selama setahun terakhir, terhitung semenjak asumsi "benci jabatan" itu sempat saya utarakan kepada rekan kerja tadi. Benci jabatan? Ya, itu jelas. Sampai sekarang pun saya masih tetap membenci jabatan, terlepas bagaimanapun bentuknya. Karena amanah itu berat, dan selagi bisa menghindari tanggung jawab tersebut, saya akan terus mengusahakannya. Bahkan jika semisal pun per hari ini saya kemudian diminta mengundurkan diri, saya akan dengan senang hati melakukannya, selama pengganti saya benar-benar orang yang cakap, dan or

Dilarang Tertawa di Negeri Ini!

Gambar
Di suatu negeri antah berantah, pada suatu masa, diperundangkan suatu aturan baru : tertawa kini dilarang, barangsiapa yang ketahuan melakukannya akan ditindak dengan pidana tegas. Maka di tahun-tahun tersebut, berdirilah para pelawak meneruskan garis perjuangan, menghidupkan tawa publik meski sekedar di ruang-ruang sempit seukuran 3x3 meter. Mereka terus sigap memicingkan mata, melirik waspada jika sewaktu-waktu digerebek aparat keamanan. Juga di tahun-tahun tersebut, para komedian muncul sebagai sosok pahlawan baru di pusat-pusat peradaban. Maklum, ketika tingkat stress bablas memuncak hingga penghujung ubun-ubun, terhimpit kebutuhan kehidupan dan kejaran aneka kerjaan, humor-humor mereka seakan menjadi oase di tengah kepenatan pikiran dan kegersangan negeri tersebut. Meski rakyat sekedar dapat mengunci rapat-rapat tawa mereka di pangkal tenggorokan, tapi setidaknya, di alam angan mereka bebas terbahak selebar-lebarnya. Lalu di tahun-tahun tersebut, apa yang dilakukan para wakil raky