R-Regut

Photo by Ilnur Kalimullin on Unsplash

Regut, atau yang lumrah kita sebut dengan ‘tidur’, bila diseksamai dengan bijak, rupanya tak sesederhana dari yang terlihat.


Tidur, sebenci apapun konotasi masyarakat yang ikut melekat padanya, tetap saja merupakan suatu keharusan yang harus tertunaikan. Siapa yang bisa menjalani hari tanpa tidur seditpun, eh? 


Dari situ kita selayaknya memahami bahwa kita hanyalah makhluk biasa lagi lemah. Butuh istirahat. Butuh memejamkan mata. Lalu adakah dengan yang demikian kemudian kita merasa layak untuk menantang kebesaran Allah? Dzat Yang Maha Hidup; Yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya), Yang tidak mengantuk dan tidak sekalipun jatuh tertidur? Layakkah?


Lebih jauh, sebelum beranjak tidur, kita bahkan kerap dianjurkan untuk memperbanyak bacaan wirid. Berdoa, agar semoga diberi lindungan keberkahan dari berbagai marabahaya beserta gangguan setan nan terkutuk. Dari mimpi-mimpi buruk. Dari jampi-jampi sihir pendengki. Juga doa agar kiranya kita diperkenankan untuk 'hidup' kembali ketika tiba waktunya bangun. Duhai, tak sedikit bukan, yang ketika naik ke ranjang peristirahatan justru malah terbaring tidur tuk selamanya? Tak bangun-bangun lagi?


Pun tidur, bila ditelisik lebih jauh, adalah satu momentum dimana kita tampil apa adanya. Tanpa make-up. Tanpa perhiasan. Tanpa topeng-topeng keduniawiaan yang biasa kita kenakan ketika berbaur di tengah masyarakat. Duh, tidak mungkin bukan, ketika tidur kita bisa sengaja memasang pose yang 'instagramable' supaya tetap tampil cantik dan rupawan ketika diambil gamba, ya kanr? 


Itulah mengapa banyak orang yang merasa tidak pede untuk bertemu muka sebakda bangun tidur. Mata sembab. Bekas air liur. Rambut kusut. Muka tirus. Amat manusiawi! Sebab tidur memang hanya tentang kita semata. Apa adanya. Bukan ada apanya.


Ah, tidur itu punya banyak sisi menarik, kawan. Percayalah. 


Hanya saja perlu diingat pula, bahwa sebagaimana hal mubah lainnya, tidur pun punya batas kadar kebutuhannya. Tidak boleh berlebih-lebih. Tidak boleh terlalu berleha-leha.  Sebab segala sesuatu yang berlebihan hanya akan membawa kita pada kelalaian, mengantarkan kita pada kemalasan, dan pada ujungnya tak lagi berujung pada keberkahan langit. 


Secukupnya saja, agar hari-hari yang berlalu di atas dunia ini dapat sepenuhnya produktif untuk kepentingan dunia-akhirat dan tidak berlalu dengan sia-sia. Secukupnya saja, sebagaimana tidurnya pada tauladan salafus shalih kita terdahulu. Secukupnya saja, sebagaimana tidurnya orang-orang sukses yang kata-katanya jamak kita jadikan quotes di catatan pribadi. 


Ah, dan terakhir, tidur adalah pertanda lelah. Maka agar semoga dapat bernilai ibadah, -baik tidur maupun lelah kita-, keduanya harus semata berorientasi pada tujuan nan satu: LILLAH. Dengan itulah kita bisa beranjak memejamkan mata, sembari tetap memanen pahala ridho dari Dzat Yang Maha Kuasa. Istirahat yang lantas dicatat sebagai amal kebaikan oleh-Nya, selama dalam kadar kecukupan yang diperbolehkan. Ehe, kurang asyik apa lagi, hayo?


Itu saja dulu. Selamat Malam, kawan. Selamat Beristihat, dan Semoga Nyenyak! Regut! 


o-●-o-●-o-●-o-●


*Regut berakar dari literasi bahasa Arab yang berarti Tidur. Masih sering dipergunakan di kalangan masyarakat keturunan Arab di Indonesia. Boleh dicoba, deh…


o-●-o-●-o-●-o-●


Ibukota, 
30 Mei 2019


Komentar