Hopplaa! Menghargai Kegetiran Kisah Cinta

Photo by Ankush Minda on Unsplash


Apakah setiap kisah cinta harus selalu berakhir bahagia?


Sebagai seorang (mantan) pembaca akut novel-novel bergenre romantis, saya tentu termasuk pendukung garis keras untuk ending cerita yang serba manis. 


Ada kepuasan tersendiri ketika tiba di penghujung halaman dan ternyata semua peserta lelakon dapat hidup berbahagia. Protagonis utama bersama sosok yang diidamkannya. Sedangkan tokoh pembantu, yang biasanya bertepuk cinta sebelah tangan, mendapatkan ganti yang sama sepadan.


Ah, win-win solution. Begitu damai.


Tapi kemudian saya belajar menghargai bahwa kehidupan nyata tak selalu selurus dan semulus itu semua.


Dan novel yang membantu saya dalam memahami hal tersebut adalah "London : Angel" karangan Mbak Windry Ramadhan.


Itu kali pertama saya tidak mencak-mencak ketika bertemu ending yang tak sesuai harapan. Saat tiba di akhir lembar penghabisan, dimana endingnya terasa begitu menyesakkan dada -menurut saya- ,  perasaan yang hadir ketika itu lebih tertuju kepada: kegetiran yang melegakan.


Saya tersenyum tulus. Ternyata ada sudut pandang lain seperti itu. Sebuah kisah cinta nan sunyi yang membuat saya pada akhirnya dapat ikhlas merelakan. Dan anehnya, secara tidak langsung kemudian membuat saya juga ikut berbahagia.


Bukan karena endingnya semata. Melainkan kepada proses penerimaan untuk melihat realita dari arti kehidupan itu sendiri. Bahwa cinta, tak selalu segaris lurus dengan ekspetasi angan yang ditaruh di garis awal. 


Saya tidak tahu apakah pengalaman tersebut di kemudian hari turut mempengaruhi alam imajinasi saya, namun sebagai sosok kreatif di balik "Cakrawala Rindu", saya cenderung lebih menikmati proses menulis cerita-cerita romantis yang berakhir sendu dan pilu, daripada kisah kasih yang berakhir bahagia. 


Secara emosi jauh lebih mengaduk-aduk perasaan. Baik saya sebagai penulisnya langsung, maupun para sahabat dalam sudut pandang sebagai seorang pembaca.


Dan di saat seperti itulah, bagi saya pribadi, seorang penulis  genap mencapai puncak karsa-nya. Ketika batas-batas fiksi tak lagi berdenyar begitu jelas, sehingga menimbulkan tanya di kalangan penikmat, "Ini beneran, ya?"


Ah, ketika mendengar itu, saya hanya tertawa dan melompat bahagia! Karena saya percaya, saya telah berhasil melepas satu simpul lain perihal makna cinta dan perasaan kepada khalayak dunia.


Tentang kisah cinta, memang tak mesti selalu berakhir bahagia. Namun untuk meraih kebahagiaan, kita manusia, punya kebebasan untuk memilih jalan yang lain, bukan?


---------------

Ibukota Lama,
12 Ramadhan 1441 H - 17.29
Hopplaaa!

Komentar