Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2020

Memberi Setengah-Setengah

Gambar
Dalam salah satu perjalanan hidup, saya bertemu seorang sahabat yang unik. Beliau merupakan kepala asrama di salah satu pesantren di daerah Jawa Tengah. Uniknya dari beliau, setiap membeli barang untuk keperluan pesantren, beliau selalu meminta pesanan barang dengan kualitas terbaik.  Pernah suatu ketika pesantren kami sedang mencari meja mengaji untuk anak-anak, kata beliau kepada sang tukang, "Pak, saya minta dibuatkan meja dengan kualitas kayu terbaik yang ada disini. Harga gak masalah." Saya sendiri hanya geleng-geleng kepala. Mengingat tak jarang diantara kita, -apalagi untuk setaraf pesantren rintisan seperti yang saya singgahi sewaktu itu-, yang lebih mengutamakan kuantitas ketimbang kualitas. Dengan kondisinya keuangan yang tentu tidak seleluasa lembaga lain, bukankah hal wajar untuk mencari barang berkualitas biasa, asalkan bisa mencukupi kebutuhan minimal pada saat itu? Tapi sahabat saya satu ini, ketika saya kemukakan argumen di atas, beliau hanya enteng menjawab,

CHIEF's NOTE : Tentang Memimpin

Gambar
---------------- Seorang lelaki tinggi besar berlari-lari di tengah padang. Siang itu, mentari seakan didekatkan hingga sejengkal. Pasir membara, ranting-ranting menyala dalam tiupan angin yang keras dan panas. Dan lelaki itu masih berlari-lari. Lelaki itu menutupi wajah dari pasir yang beterbangan dengan surbannya, mengejar dan menggiring seekor anak unta. Di padang gembalaan tak jauh darinya, berdiri sebuah dangau pribadi berjendela. Sang pemilik, ’Utsman ibn ‘Affan, sedang beristirahat sambil melantun Al Quran, dengan menyanding air sejuk dan buah-buahan. Ketika melihat lelaki nan berlari-lari itu dan mengenalnya, “Masya Allah” ’Utsman berseru, ”Bukankah itu Amirul Mukminin?!” Ya, lelaki tinggi besar itu adalah ‘Umar ibn Al Khaththab. ”Ya Amirul Mukminin!” teriak ‘Utsman sekuat tenaga dari pintu dangaunya, “Apa yang kau lakukan tengah angin ganas ini? Masuklah kemari!” Dinding dangau di samping Utsman berderak keras diterpa angin yang deras. ”Seekor unta zakat terpisah dari kawanann

KEPING KEDUA PULUH ENAM : Tentang Menaklukkan Dunia

Gambar
Tentang menaklukkan dunia, kebanyakan dari kita beranggapan, bahwa untuk dapat disebut 'menaklukkan dunia' seseorang harus berdiri di puncak teratas kejayaan, meraih segala-galanya, atau bahkan menjadi sosok terhebat dari siapapun selainnya. Itu menaklukkan dunia. Untuk sebagian besar orang.  Ya kan? Tapi menurut saya pribadi, ada satu tingkatan yang lebih tinggi dari sekedar definisi 'menaklukkan' di atas. Yaitu ketika kita bisa 'membuang dunia', seakan itu hanyalah hal kecil yang tak sepatutnya menguras banyak tenaga serta pikiran kita. Bayangkan, seorang manusia yang telah berhasil berdiri di puncak kemahsyuran dunia, meraih segala kemegahan yang dapat dijanjikan peradaban, lalu tiba-tiba dia pergi dan membuang itu semua. Seakan itu bukan apa-apa. Seakan itu hanyalah sesuatu yang tak patut dipermasalahkan lebih lanjut. Bukankah itu proses 'menaklukkan' yang lebih luar biasa? Menaklukkan yang lebih dari sekedar menaklukkan?  Atau mungkin seperti seoran

Selamat Lebaran!

Gambar
Ramadhan tahun ini mungkin memang berbeda. Jika di tahun-tahun sebelumnya kita dapat berkumpul bersua bersama sanak famili, bertukar senyum dan berpeluk maaf langsung, tahun ini mungkin semua itu belum bisa kita lakukan terlebih dahulu.  Ada bahaya virus Corona yang mengintai. Mengancam kesehatan orang-orang terdekat yang kita kasihi, bila kita abai tak mengindahkan peringatan para pakar ahli ilmuwan. Tapi tak mengapa. Karena lebaran adalah tentang momentum kebahagiaan, bukan?  Kita, sekalipun baru sekedar berjauh jarak dan waktu, tetap dapat mengikhtiarkan beragam kebaikan di hari raya.  Silaturrahmi tetap dapat terjalin meski baru melalui gawai virtual. Ukhuwah masih tetap dapat diperat sekalipun melalui sambungan telepon. Dan THR, aha, selalu bisa dikirimkan via rekening masing-masing bukan? Ehe. Hari raya besok, tidak ada alasan untuk tidak berbahagia. Meski semua berada dalam karantina di rumah masing-masing, bahagia adalah tentang urusan hati dan perasaan. Kita selalu bisa mengup

TADABBUR SIROH : Menemukan Kenikmatan dalam Sholat

Gambar
Hari ini kita belajar dari kisah seorang Khubaib bin Adi radhiyallahu 'anhu , seorang sahabat yang diutus Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam rombongan menuju  kabilah Adhal dan Qarah guna mengajarkan Islam di tengah masyarakat mereka. Di tengah jalan, ternyata rombongan ini dikhianati dan dihadang habis oleh gerombolan musuh yang memang telah bersiap sedia sedari awal. Mereka terkepung dan terbunuh ketika berusaha menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi, kecuali Khubaib bin Adi dan Zaid bin Ad-Datsinnah yang kemudian tertangkap dan dijadikan tawanan. Keduanya kemudian dijual sebagai budak di kota Mekkah. Ada banyak orang yang menaruh dendam pada mereka. Maklum, ketika Perang Badar dahulu, keduanya telah menghabisi sekian banyak bangsawan Quraisy.  Singkat cerita, Khabib ditahan dan dimasukkan ke dalam penjara setelah dibeli salah seorang dari Bani Tamim. Namun, mereka kemudian sepakat untuk membunuhnya pada hari yang telah ditentukan. Ketika tiba hari-H, sebe

KEPING KEDUA PULUH LIMA : Cemberut

Gambar
Sesekali, bolehlah kita ber-cemberut ria. Itu justru menandakan bila kita hanyalah sekadar manusia, bukan? Bahwa kita ini seutuhnya manusia, diciptakan dari sekumpulang daging, darah, dan tulang. Bahwa kita ini manusia apa adanya, begitu ringkih untuk sekadar menahan sakit yang turut terkira, atau sekedar mengarang emosi yang terlanjur tertera.  Sesekali, bolehlah kita ber-cemberut ria. Dengan itu, kita justru belajar jadi tahu bahwa raut muka kita masih seutuhnya terkoneksi dengan selaksa hati tempat perasaan kita berpadu makna.  Kita masih sempurna sebagai seorang manusia. Lengkap dengan aneka ihwal perasaan dengan segala macam tafsirannya. Nurani kita masih ada. Kemanusiaan kita tak mati. Kasing sayang kita tak surut beranjak layu. Pun amarah, rupanya masih bersisa seberapa.  Bukankah ini, sesuatu yang layak untuk kita syukuri bersama? Bayangkan, bila suatu hari nanti, raut muka tak lagi segaris haluan dengan instruksi hati dan akal.  Kasihan para politikus yang tak lagi bisa meneba

CAKRAWALA RINDU : Sketsa Sembilan

Gambar
[Source : Here ] "Oi Bujang, jika suatu hari nanti engkau jatuh cinta, jadilah selayaknya seorang Rahwana dari Alengka."  Aku terkesiap menoleh. Kata-kata Pak Tua barusan, dari nadanya, aku tahu dia sedang tidak bercanda. Tapi seriuskah? Seorang raja yang dicatat di buku-buku hikayat sebagai sosok durjana penuh angkara murka? "Oh ayolah, Pak Tua, berhenti menyebalkan seperti biasanya. Jelaskan saja padaku, tanpa perlu tersenyum usil seakan-akan aku begitu bodohnya tak mampu menebak apapun." gerutuku merajuk kesal. "Hahaha..." untuk orang-orang seusianya, aku bahkan terkejut Pak Tua masih bisa tertawa selepas itu. "Betul, Bujang. Rahwana dari Alengka. Jadilah seperti dia, yang dalam urusan hati, pantang baginya untuk mundur melangkah, meskipun nyawa taruhannya. Dia membuktikan kepada kita, bahwa jatuh cinta pun terkadang memang tak membutuhkan alasan tertentu. Begitu dia merasa menaruh hati kepada sang Dewi, saat itu juga dia putuskan untuk membawanya

Harapan-Harapan untuk FoSSEI

Gambar
Ada yang menarik dari kepingan sejarah seputar Perjanjian Hudaibiyah.  Tatkala Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan para sahabat untuk menyembelih hewan qurban, ternyata tak seorangpun di antara mereka yang bangkit untuk melakukan hal tersebut. Maka apa yang beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam lakukan? Beliau mengikuti saran dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha . Untuk terlebih dahulu mencontohkan perbuatan tersebut. Beliau, tanpa mengatakan apapun, kemudian keluar menyembelih hewan kurban lalu memanggil tukang cukur untuk untuk mencukur rambut beliau. Efektif.  Karena sontak setelah melihat apa yang dilakukan Rasulullah,  para sahabat radhiyallahu 'anhum pun bergegas bangkit mengikuti tauladan beliau. Penuh semangat. Penuh antusias. Lalu, bagaimanakah dengan kita? --------------------- Melepas 20 tahun berdirinya FoSSEI, harapannya saya kiranya tak terlalu muluk.  Saya hanya berharap bahwa kader FoSSEI, dimanapun mereka berada, dapat meneladani soso

LAILATUL QADR : 'AAFIYAH

Gambar
اللهم إني أسألك العفو و العافية في الدنيا والآخرة Allahumma inni as-alukal 'AFWA wal 'AAFIYAH fiddunya wal akhiroh.  Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ampunan maaf dan keselamatan di dunia dan akhirat. o-●-o-●-o-●-o-● Tentang doa di atas, ada satu-dua hadis yang menarik untuk bersama kita simak. Dalam salah satu hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari sahabat Anas radhiyallahu 'anhu , pernah diceritakan sebagai berikut. Syahdan, suatu hari disebutkan ada salah seorang laki-laki yang datang menghadap Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam , lalu bertanya: "Wahai Rasulullah, doa apakah yang paling utama?" Maka beliau menjawab, "Mohonlah kepada Allah akan 'AFWU (ampunan maaf) dan 'AAFIYAH (keselamatan) di dunia dan akhirat." Keesokan harinya, laki-laki tersebut kembali datang menghadap Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam , lalu sekali lagi menanyakan pertanyaan yang serupa kepada beliau. Lalu apa jawab beliau, kali ini? Masih ser

LAILATUL QADR : 'AFWA

Gambar
اللَّـهُـمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ تُـحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي Tentang Lailatul Qadr, malam yang fadhilahnya kita buru bersama di sisa Ramadhan tahun ini, ada baiknya bila kita menyimak sejenak hadis di bawah ini. "Dari ‘Aisyah – radhiyallahu ‘anha -, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu jika saja ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam tersebut adalah lailatul qadar, lantas apa do’a yang mesti kuucapkan?”  Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Berdo’alah: ALLAHUMMA INNAKA 'AFUWWUN TUHIBBUL 'AFWA FA'FU'ANNI (Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkanlah aku).” [HR. Tirmidzi no. 3513 dan Ibnu Majah no. 3850] Imam Al Ghazali memberikan penjelasan yang menarik seputar perbedaan antara 'AFUW (maaf) dan MAGHFIROH (ampunan). Maghfirah adalah ampunan Allah atas dosa-dosa kita, tetapi di Hari Pembalasan kelak, dosa-dosa tersebut tetap tertulis di dalam catatan am

Perubahan Dimulai dari Perebahan - 2

Gambar
Photo by  James Pond  on  Unsplash Tentang rebahan, ada baiknya bila kita turut menyimak kisah berikut. Suatu hari, datang menemui Khalifah Umar bin Khattab seorang utusan dari Amr bin Al 'Ash, panglima perang wilayah Mesir ketika itu. Utusan tersebut bernama Muawiyah bin Hudaij, bersamanya terbawa kabar gembira tentang keberhasilan pembebasan Kota Iskandar ke tangan kaum muslimin. Muawiyah tiba di Madinah pada waktu Zuhur. Seorang pelayan wanita datang lalu mempersilahkan dia masuk menemui sang Khalifah. Ternyata Muawiyah mendapati Umar sedang mengambil serban dan membenarkan pakaiannya. Sesudah memperdengarkan kabar yang diamanahkan kepadanya, Umar dan Muawiyah kemudian keluar menuju masjid untuk melaksanakan sholat berjamaah bersama dengan yang lain. Singkat cerita, sebakda sholat, Umar menjamu Muawiyah dengan beberapa hidangan roti dan minyak.  Dan di tengah perjamuan tersebut, Umar berkata, "Apa yang kau katakan (dalam hati) ketika kau sampai di masjid tadi, wahai Muawiya

7000 Bahasa, 1 Ayat Qur'an, dan Betapa Kecilnya Kita

Gambar
Ketika sedang membaca salah satu bagian dari " The World Until Yesterday ", sebuah buku karangan Jared Diamond (penulis ternama yang pernah meraih Pulitzer Prize, kerap mengulas isu-isu menarik seputar sains populer), saya menemukan beberapa gagasan yang cukup menarik untuk dituliskan kembali. Tentang bahasa, sejauh yang kita ketahui, ada sekitar 7000 bahasa yang tercatat masih tetap bertahan di dunia modern hingga hari ini. Dari 7000 bahasa tersebut, ada 9 "raksasa" bahasa primer yang mencakup pemakaian dari sepertiga populasi dunia. Disebut "raksasa", karena tiap-tiap bahasa tersebut dituturkan oleh minimal 100 juta orang ke atas. Dimulai dari bahasa Mandarin, bahasa utama setidaknya 700 juta orang Tiongkok, diikuti oleh bahasa Spanyol, Inggris, Arab, Hindi, Benggala, Portugis, Rusia, dan Jepang dalam urutan kira-kira seperti itu. Jika kita melonggarkan definisi bahasa primer hingga 70 bahasa teratas, yang mana merupakan 1% dari keseluruhan jumlah bahasa

Industri & Kepakaran Kita Sebakda Covid-19

Gambar
Source : Here Adanya pandemi wabah Covid-19, sedikit banyak menimbulkan tanya bagi kita, akan seperti apakah wajah dunia industri Indonesia sesudah ini nanti? Bukan apa-apa, dibanding ancaman lainnya, kekhawatiran terbesar saya justru terletak pada potensi berkurangnya lapangan pekerjaan bagi para tenaga buruh di negeri tercinta. " Lho, bukannya kalau ini sudah selesai, pabrik-pabrik akan kembali beroperasi dan buruh dapat bekerja normal seperti sebelumnya? " Belum tentu, Ferguso. Satu hal yang seharusnya kita sadari bersama semenjak merebaknya virus ini : manusia dapat terinfeksi penyakit, sedangkan robot tidak.  Itu artinya, digitalisasi industri ke depannya akan menjadi sebuah keharusan bagi siapapun yang ingin tetap bertahan di pasar perdagangan. Dunia usaha akan memasuki era dimana kemajuan teknologi akan memegang peranan kunci dalam seluruh proses produksi mereka. Jangankan itu. Dunia sebelum adanya Covid-19 saja sudah digandrungi segala hal berbau 'online'. Mul

Perubahan Dimulai dari Pe-rebahan - 1

Gambar
Kalian boleh protes sesuka hati terhadap judul di atas. Tapi maksud saya gini lho, sebelum kita berkoar ingin mengubah hal-hal besar di sekitar dunia kita hari ini, mari sejenak kita atur istirahat kita agak tetap tercukupi dengan baik. Istirahat itu penting. Setidaknya ada bagian dari tubuh kita yang membutuhkan rehat sejenak sebelum kembali bergulat dengan berbagai ragam masalah kehidupan. Dan itu adalah hak yang harus kita tunaikan dengan baik. Agar tidak menjadi kezhaliman pada diri sendiri. Agar tidak menimbulkan penyakit yang jauh lebih merepotkan. Menghargai waktu istirahat, bagi saya pribadi, adalah salah satu cara paling sederhana untuk sekedar ' me time '. Melindungi privasi. Mengapresiasi kerja keras yang telah kita lakukan. Bahwa kita juga punya waktu untuk pribadi kita seorang, yang -bahasa kerennya-, bahkan dunia pun tak berhak ikut campur mengganggu. Cieee , asyik yak. Haha. Bagi sebagian orang, rebahan dianggap sebagai perlambang kemalasan. Itu betu

TADABBUR SIROH : Tentang Berbuka

Gambar
Suatu ketika Ibunda Kaum Muslimin, Aisyah radhiyallahu 'anha menceritakan kepada Urwah, anak dari saudara perempuannya, Asma' binti Abu Bakr. "Sesungguhnya kami melihat hilal, hilal dan hilal sebanyak tiga kali dalam dua bulan, dan selama itu pula di rumah-rumah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak ada satupun tungku api yang menyala.." Lalu Urwah bertanya, "Wahai bibi, apa yang dapat menjadikan kalian bertahan hidup?" Aisyah radhiyallahu 'anha menjawab, "Dua hal, yaitu kurma dan air. Selain itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam mempunyai tetangga dari kalangan Anshor, yang mereka memiliki anak unta untuk diambil air susunya. Mereka mengirimkan kepada Rasulullah susu tersebut, maka kami semua meminumnya.." Duhai, kawan. Petang jelang berbuka ini, kita jadi teringat dengan kisah di atas. Bahwa terkadang, momentum berbuka kita jadikan sebagai alasan untuk mengiyakan seluruh tuntutan selera kita. Memborong begitu banyak