Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2020

R-Regut

Gambar
Photo by Ilnur Kalimullin on Unsplash Regut, atau yang lumrah kita sebut dengan ‘tidur’, bila diseksamai dengan bijak, rupanya tak sesederhana dari yang terlihat. Tidur, sebenci apapun konotasi masyarakat yang ikut melekat padanya, tetap saja merupakan suatu keharusan yang harus tertunaikan. Siapa yang bisa menjalani hari tanpa tidur seditpun, eh?  Dari situ kita selayaknya memahami bahwa kita hanyalah makhluk biasa lagi lemah. Butuh istirahat. Butuh memejamkan mata. Lalu adakah dengan yang demikian kemudian kita merasa layak untuk menantang kebesaran Allah? Dzat Yang Maha Hidup; Yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya), Yang tidak mengantuk dan tidak sekalipun jatuh tertidur? Layakkah? Lebih jauh, sebelum beranjak tidur, kita bahkan kerap dianjurkan untuk memperbanyak bacaan wirid. Berdoa, agar semoga diberi lindungan keberkahan dari berbagai marabahaya beserta gangguan setan nan terkutuk. Dari mimpi-mimpi buruk. Dari jampi-jampi sihir pendengki. Juga doa agar kiranya kita diperkena

CHIEF's NOTE : Mengucapkan Terima Kasih

Gambar
Selama 4 bulan menjadi volunteer di FIM Jakarta, saya banyak belajar dan menemukan hal-hal baru. Salah satu hal yang paling sederhana, namun berkesan begitu mendalam, adalah tentang kebiasaan mengucapkan "terima kasih" kepada orang-orang yang telah membantu kita semua. Semisal kepada pembicara yang baru usai mengisi sesi SJLD ( Satu Jam Lebih Dekat ) setiap akhir pekan. Atau kepada rekan-rekan kita yang baru saja mengabarkan informasi bermanfaat ke grup bersama. Atau kepada sejawat yang baru rampung mengurusi program-program kita semua. Kepada mereka, tetiba banyak orang yang lantas bersegera bersama-sama mengucapkan : Terima Kasih! Saya takjub. Ternyata, tindakan yang terkesan begitu sederhana tersebut, punya dampak yang cukup besar kepada kita sebagai anggota. Kita menjadi kian lebih nyaman, apalagi untuk ukuran orang-orang baru seperti saya, yang sempat merasakan adanya ketidakakraban dengan para senior lainnya. Namun dengan sekedar ucapan "terima kasih" tadi, ah

Tentang Tujuan - 3

Gambar
Suatu hari, seorang sejawat bertanya kepada saya, " Katanya kamu dulu benci jabatan, tapi sekarang kok kayaknya makin eksis ya? Hehehe... " Pertanyaan tersebut, konteksnya adalah sebuah candaan, yang karena itu tak perlu kita ambil terlalu serius di dalam hati. Saya sendiri ketika mendengarnya justru malah sejenak terdiam lalu tertawa ringan. Bagi saya pribadi, pertanyaan barusan terbilang cukup menarik. Saya jadi bisa me-review ulang perjalanan saya selama setahun terakhir, terhitung semenjak asumsi "benci jabatan" itu sempat saya utarakan kepada rekan kerja tadi. Benci jabatan? Ya, itu jelas. Sampai sekarang pun saya masih tetap membenci jabatan, terlepas bagaimanapun bentuknya. Karena amanah itu berat, dan selagi bisa menghindari tanggung jawab tersebut, saya akan terus mengusahakannya. Bahkan jika semisal pun per hari ini saya kemudian diminta mengundurkan diri, saya akan dengan senang hati melakukannya, selama pengganti saya benar-benar orang yang cakap, dan or

Dilarang Tertawa di Negeri Ini!

Gambar
Di suatu negeri antah berantah, pada suatu masa, diperundangkan suatu aturan baru : tertawa kini dilarang, barangsiapa yang ketahuan melakukannya akan ditindak dengan pidana tegas. Maka di tahun-tahun tersebut, berdirilah para pelawak meneruskan garis perjuangan, menghidupkan tawa publik meski sekedar di ruang-ruang sempit seukuran 3x3 meter. Mereka terus sigap memicingkan mata, melirik waspada jika sewaktu-waktu digerebek aparat keamanan. Juga di tahun-tahun tersebut, para komedian muncul sebagai sosok pahlawan baru di pusat-pusat peradaban. Maklum, ketika tingkat stress bablas memuncak hingga penghujung ubun-ubun, terhimpit kebutuhan kehidupan dan kejaran aneka kerjaan, humor-humor mereka seakan menjadi oase di tengah kepenatan pikiran dan kegersangan negeri tersebut. Meski rakyat sekedar dapat mengunci rapat-rapat tawa mereka di pangkal tenggorokan, tapi setidaknya, di alam angan mereka bebas terbahak selebar-lebarnya. Lalu di tahun-tahun tersebut, apa yang dilakukan para wakil raky

Q-Qaulan Karima

Gambar
Photo by Ilyass SEDDOUG on Unsplash o-●-o-●-o-●-o-● Dalam Al Qur'an, ungkapan ' Qaulan Karima ' disebutkan sebanyak satu kali pada surat al-Isra ayat 23. "Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada Ibu dan Bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya PERKATAAN yang BAIK" (Surat Al-Isra' [17] : 23) Ibnu Katsir menjelaskan makna ' Qaulan Karima ', dengan arti lembut, baik, dan sopan disertai tata krama, penghormatan dan pengagungan.  Maksudnya jelas. ' Qaulan Karima ' adalah rangkaian ucapan baik lagi santun, yang berisi sebentuk penghargaan, pengagungan, dan pemuliaan kepada orang yang diajak berbicara. Dalam Al Qur'an, perintah tersebut digambarkan melalui ucapan seorang a

Hopplaa! Menghargai Kegetiran Kisah Cinta

Gambar
Photo by  Ankush Minda  on  Unsplash Apakah setiap kisah cinta harus selalu berakhir bahagia? Sebagai seorang (mantan) pembaca akut novel-novel bergenre romantis, saya tentu termasuk pendukung garis keras untuk ending cerita yang serba manis.  Ada kepuasan tersendiri ketika tiba di penghujung halaman dan ternyata semua peserta lelakon dapat hidup berbahagia. Protagonis utama bersama sosok yang diidamkannya. Sedangkan tokoh pembantu, yang biasanya bertepuk cinta sebelah tangan, mendapatkan ganti yang sama sepadan. Ah, win-win solution . Begitu damai. Tapi kemudian saya belajar menghargai bahwa kehidupan nyata tak selalu selurus dan semulus itu semua. Dan novel yang membantu saya dalam memahami hal tersebut adalah "London : Angel" karangan Mbak Windry Ramadhan. Itu kali pertama saya tidak mencak-mencak ketika bertemu ending yang tak sesuai harapan. Saat tiba di akhir lembar penghabisan, dimana endingnya terasa begitu menyesakkan dada -menurut saya- ,  perasaan yang hadir ketik

Menyesap Kopi dan Menatap Hujan

Gambar
Photo by Ian Keefe on Unsplash Ketika hujan turun, kita bergegas lari mencari tempat teduh. Namun anak-anak kecil justru tergesa menyongsong air yang tumpah ruah dari langit. Mereka menari bahkan berlari, seakan hujan adalah berkah yang datang satu dasawarsa sekali. Melihat itu, seringkali sebagian dari diri kita ikut memberontak. Hasrat alami akan masa kanak yang telah terlewat, serta keinginan untuk sekali lagi menyesap kesenangan yang tiada duanya tersebut. Di momen itu, kita berhadap-hadapan dengan panggilan yang  pernah menghiasi diri kita. Godaan berjudul :  “Aku ingin hujan-hujanan.” Bagi dunia kita hari ini, bersikap kanak-kanak sesudah masa pubertas adalah sebuah aib. Dewasa adalah dewasa. Masa kanak serta remaja merupakan sesuatu yang telah lama berlalu. Kita dituntut membuang sikap ‘anak-anak’ dalam diri kita. Maka indikasi paling jitu adalah saat kita melihat anak-anak bermain dengan bebasnya, namun kita merasa gengsi untuk ikutan, menganggap kita ‘bukan level-nya’ (lagi)

CATATAN GURU RANTAU: Tentang Visi-Misi

Gambar
----------------- Sebagai pengajar, membiasakan anak-anak untuk bervisi-misi besar adalah suatu keharusan. Di Kampung 2 Menara, tempat kami belajar semasa Aliyah, Kyai kami setiap kali mengisi materi sebakda sholat, selalu berujung menenankan kami untuk terus berkarya, menebar manfaat, maju menyebar ke seluruh dunia. Kalimat yang paling sering beliau ulang ketika itu kurang lebih seperti ini, " Alumni Kampung 2 Menara harus menyebar ke seluruh dunia. Belajar ke Timur Tengah. Dakwah di Eropa. Berjalan ke Amerika. Kembangkan sayap disana. Kalau perlu, sekalian nikah dengan orang sana. Kampung 2 Menara untuk 5 Benua. "  Itu luar biasa.  Mengapa Laskar Pelangi bisa sampai booming ke seantero negeri? Karena mereka menjual mimpi-mimpi kehidupan. Bahwa sepelik apapun kehidupan di pelosok Nusantara, anak-anak disana tetap berhak menatap langit menggantungkan mimpi-mimpi mereka di ujung angkasa. Itu yang dirindukan generasi negeri kita hari ini. Mereka yang sedari dini terbiasa hidup

CHIEF's NOTE : Sekali Berarti, Terus Berganti

Gambar
Photo by KOBU Agency on Unsplash Richard Nixon, presiden Amerika Serikat ke-37, dalam bukunya yang berjudul " Leaders ", pernah menuliskan kepada kita kurang lebih sebagai berikut : ' Setiap pemimpin tampil dalam suatu kombinasi khusus dari tiga unsur : waktu, tempat, dan situasi. Seorang tokoh yang mampu berperan di suatu negara, tidak dengan sendirinya akan dapat berperan sama besar, apabila ia harus tampil memimpin negara lain. Betapa hebat pun Winston Churcill sebagai pemimpin, sulit kiranya membayangkan ia harus memainkan peran Konrad Adenauer di Jerman pasca Perang Dunia II. Sebaliknya, Adenaur juga belum tentu dapat memobilisasi Inggris di saat-saat bahaya terbesarnya sama seperti yang dilakukan Churcill. ' Buku ini, - Leaders , ditulis oleh Richard Nixon berdasarkan pengalaman dan pengamatan nyatanya terhadap para pemimpin dunia selama 35 tahun. Sehingga dapatlah kita katakan disini, bahwa apa yang ia tuliskan, bukan semata sekedar omong kosong, melainkan mer

Q - Qaulan Layyinan

Gambar
Source : Here Kata-kata adalah sebentuk kekuatan. Mengubah hasrat tentang makna tujuan, menjadi setangkup perasaan yang diutarakan melalui ucapan lisan. Maka katakanlah dengan penuh kelembutan! Karena Qaulan Layyinan merupakan ikhtiar indah dari gelaran dakwah yang diajarkan Islam dalam Al Qur'an. Qaulan Layyinan berarti untaian kata yang menyentuh hati, mengguncang perasaan, serta merangsang akal pikiran bagi segenap hadirin yang menyimak.  Qaulan Layyinan adalah kata-kata lemah lembut yang menguar keluar dari ketulusan hati, dengan menyimpan harapan agar semoga yang mendengar dapat berkenan dan memenuhi seruan tersebut.  Qaulan Layyinan merupakan metode komunikasi dari hati ke hati. Dalam Al Qur'an, ungkapan " Qaulan Layyinan " muncul sekali dalam Surat Thaha ayat 44. Itu adalah rangkai-rangkaian cerita ketika seorang Musa 'alahissalam diutus langit menuju Fir'aun. "Pergilah kamu berdua kepada Fir‘aun, karena dia benar-benar telah melampaui batas; m

MAKANAN : Bakso dan Kita Manusia

Gambar
Cerita kita hari ini datang dari semangkuk lezat hidangan bakso. Tentang bakso, pernah berpikir mengapa cita rasa dari tiap bakso bisa begitu berbeda satu sama lain? Sama-sama semangkuk bakso, mengapa bakso dari warung disana bisa begitu menggigit, sedangkan bakso satunya terasa sedikit lebih asin? Mungkin ada banyak jawaban. Namun disini, melalui tulisan singkat hari ini, mari coba kita telusuri beberapa jawaban yang kiranya dapat membantu kita memahami lebih jauh perihal kehidupan kita sebagai seorang manusia. Jadi, mengapa tiap-tiap bakso bisa begitu berbeda cita rasanya satu sama lain? Well , boleh jadi karena memang sedari awal ada perbedaan mendasar dari kualitas bahannya masing-masing. Seyogianya, bahan yang berkualitas tinggi, tentu akan menghasilkan kelezatan yang lebih baik pula, ya kan? Tapi itu bukan satu-satunya jawaban. Mungkin juga karena ada perbedaan pada resep, bumbu, dan metode memasaknya. Yang satu menggunakan beberapa bumbu khusus, sedangkan yang satunya tidak. Yan

MAKANAN dan Globalisasi

Gambar
Masih tentang makanan, saya jadi kian takjub dengan yang namanya globalisasi. Globalisasi bukan saja mendekatkan informasi yang jauh, atau menjauhkan keberadaan yang dekat, namun ternyata juga mampu menghidangkan sepiring lengkap beragam masakan dunia langsung di hadapan kita. Tengoklah Jakarta. Di Ibukota Indonesia ini, Anda dapat menemukan begitu banyak usaha kuliner yang menyajikan masakan khas dari daerah-daerah Nusantara. Ada warung makan nasi Padang dengan Rendang sebagai andalannya. Kemudian ada pecel lele Lamongan. Lalu mie Aceh. Berikutnya Coto Makassar. Bakso Malang dan Solo. Gudeg Yogyakarta. Soto Banjar. Pempek Palembang. Roti Bakar Bandung. Dan masih buanyaaaak lainnya. Itu masih belum seberapa. Di beberapa sudut Ibukota, juga terdapat restoran-restoran yang memajang masakan mancanegara dalam urutan menunya, seperti masakan Oriental, masakan Timur Tengah (yang ini saya sering mampir, hehehe), masakan India, ataupun masakan Eropa. Hari ini mau makan apa? Di Ibukota, jawaban

KEPING KETIGA PULUH : Menyembuyikan Amal

Gambar
Pada masa khalifah Muawiyah terjadi kemarau panjang dan paceklik. Tanaman meranggas, hewan ternak mati, dan manusia kehausan.  Abdullah ibn al-Mubarak menuturkan, aku berada di Mekkah ketika orang orang ditimpa paceklik dan kemarau panjang. Mereka pun keluar ke Masjidil Haram untuk melaksanakan shalat istisqa’. Akan tetapi hujan tidak juga turun. Disampingku ada seorang laki laki berkulit hitam yang kurus. Kudengar ia berdoa,  ‘ Ya Allah, sesungguhnya mereka telah berdoa kepada Mu, namun Engkau tidak memenuhinya. Sesungguhnya aku bersumpah kepada-Mu agar Engkau menurunkan hujan kepada mereka. ’ Demi Allah, tak berapa lama kemudian, hujan pun turun kepada kami dan orang itu beranjak pergi. Aku mengikutinya hingga dia masuk ke sebuah rumah milik seorang penjahit.  Keesokan paginya, aku mendatangi rumah itu sambil membawa beberapa dinar. Didepan rumah ada laki laki. Aku bertanya kepadanya, ‘Aku ingin menemui pemilik rumah ini’ ‘Akulah orang yang engkau maksudkan’, jawabnya. Aku pun berkat