KEPING KETIGA PULUH : Menyembuyikan Amal



Pada masa khalifah Muawiyah terjadi kemarau panjang dan paceklik. Tanaman meranggas, hewan ternak mati, dan manusia kehausan. 


Abdullah ibn al-Mubarak menuturkan, aku berada di Mekkah ketika orang orang ditimpa paceklik dan kemarau panjang. Mereka pun keluar ke Masjidil Haram untuk melaksanakan shalat istisqa’. Akan tetapi hujan tidak juga turun. Disampingku ada seorang laki laki berkulit hitam yang kurus. Kudengar ia berdoa, 


Ya Allah, sesungguhnya mereka telah berdoa kepada Mu, namun Engkau tidak memenuhinya. Sesungguhnya aku bersumpah kepada-Mu agar Engkau menurunkan hujan kepada mereka.


Demi Allah, tak berapa lama kemudian, hujan pun turun kepada kami dan orang itu beranjak pergi. Aku mengikutinya hingga dia masuk ke sebuah rumah milik seorang penjahit. 


Keesokan paginya, aku mendatangi rumah itu sambil membawa beberapa dinar. Didepan rumah ada laki laki. Aku bertanya kepadanya, ‘Aku ingin menemui pemilik rumah ini’


‘Akulah orang yang engkau maksudkan’, jawabnya.


Aku pun berkata, ‘Aku ingin sekali membeli budak dari dirimu.’


‘Aku mempunyai empat belas budak. Aku akan mengeluarkan mereka semua agar engkau dapat melihat mereka.’ katanya


Pemilik rumah itupun mengeluarkan keempat belas budaknya. Namun tak seorang pun diantara mereka yang aku inginkan. Aku bertanya, ‘Masih adakah lagi?’


Dia menjawab, ‘Aku mempunyai seorang lagi budak yang sedang sakit.’ Dia lalu mengeluarkan budak yang dimaksud, seorang budak kulit hitam.


'Juallah budak ini kepadaku', pintaku.


‘Dia menjadi milikmu, wahai Abu Abdirrahman,’ katanya


Aku lantas menyerahkan empat belas dinar keadanya dan membawa budak itu. Ditengah perjalanan  ia bertanya kepadaku, ‘Wahai tuanku, apa yang akan engkau perbuat kepadaku sementara aku sedang sakit?


Aku menjawab, ‘Aku tahu apa yang engkau lakukan kemarin sore.’


Budak itu menyandarkan diri ke dinding seraya berkata, ‘Ya Allah, kalau engkau membuatku terkenal maka cabutlah nyawaku’


Maka seketika itu pula budak itu jatuh dan meninggal dunia dan penduduk Mekah mengiringi jenazahnya.


---------------


Jelang penghujung Ramadhan tahun ini, kita tentu tahu bahwa setiap dari kita boleh jadi telah menyiapkan tabungan amalnya masing-masing. Satu bulan penuh mengondisikan hawa nafsu, memperjuangkan segala ibadah serta beragam kebaikan, ah, semoga semua itu menjadi sebaik bekal ketaqwaan untuk mengarungi masa setahun yang akan datang. 


Maka bila demikian, biarlah itu hanya menjadi rahasia kita dengan Dzat Yang Maha Melihat. Tak perlu kita berlelah mengumbarnya di jagat sosial dunia maya, tak perlu kita berbangga mengutarakannya di hadapan sesama manusia. Biarkan itu seutuhnya menjadi rahasia kita dengan langit.


Karena sejatinya, yang perlu disembunyikan bukan hanya sekedar keburukan aib serta catatan maksiat. Namun serta amal sholih dan perbuatan baik lainnya. Karena ibadah yang dipertontonkan, rentan berubah niatannya. Tak lagi lurus ikhlas mengharap ridho-Nya, melainkan bergeser tujuan mengharap pengakuan dari sesama makhluk. Belum lagi bila ternyata nanti justru mengundang hasad, dengki, takabbur, dan berbagai penyakit hati lainnya.


Udah tenang aja. Ada Allah Yang Maha Teliti. Tidak akan pernah tertukar pahala kita di sisi-Nya. Percayalah. Dia Maha Mengetahui dengan seluruh kebaikan yang kita lakukan, sekalipun dilakukan di tengah malam paling gelap gulita sekalipun.


Ramadhan tahun ini memang berbeda. Dengan #DiRumahAja , kesempatan kita untuk asyik bermunajat dengan Sang Khalik tanpa seorang pun yang tahu akan lebih besar, akan lebih banyak. Disitulah kesempatan kita untuk melepas seluruh topeng kepalsuan kita. Berkhalwat dengan-Nya. Berbuat baik karena-Nya. Memohon ampun serta permaafan dari-Nya. 


Dunia tak perlu tahu, karena toh, apa pula gunanya dunia tahu dengan semua itu?


Rabbanaa Taqobbal Minnaa...Innaka Antas Samii'ul 'Aliim..


--------------


ps. Cerita di bagian paling atas, kami kutip langsung dari buku "Al – Akhfiya; Orang orang yang gemar menyembunyikan amal shalih mereka" dengan penulis Walid bin Sa’id Bahakam, yang disadur dan diterjemahkan dari Kitab Shifatu Shafwah karangan Ibnul Jauzi. Semoga berkenan.


--------------


Ibukota Lama,
29 Ramadhan 1441 H - 20.22
Selaksa Ketulusan

Komentar