TRIBUTE : Mr. Apip




Dear Apip, 


Ketika kamu membaca tulisan ini, boleh jadi saya sedang asyik mengerjakan tugas, membaca bacaan, berdiskusi dengan orang lain, atu bahkan tertidur nyenyak di atas kasur kediaman.


Tapi meskipun begitu, izinkan saya untuk turut menyoraki dan melepas masa bujang Anda dengan sepenuh gegap gempita. Bersama setangkup hangat cerita dari Ibukota, saya titipkan salam maaf beserta doa tahniah kepada Anda dan keluarga di rumah.


Tentang saya dan Apip, ada rentang 12 tahun yang menjadi sumber dari segala ihwal keseruan-keseruan kami. Itu saja sudah bisa membuat saya tersenyum bangga. 12 tahun! Itu bahkan hampir mendekati setengah dari usia hidup kami hari ini, haha!


Dari SMP hingga SMA, kemudian dari Malang-Jogja-Jakarta dan Malaysia, ada berapa banyak peristiwa yang telah kita lalui bersama, boi?


Masih ingat ketika kita serombongan 'mlipir' wisata ke Malang sebelum dikirim pelatihan ke Pare? Atau hari-hari terakhir di Pare yang justru Anda habiskan untuk menamatkan game online di warnet? Atau ketika Anda tidak sengaja menendang tabung gas di tumpukan pakaian laundry? Atau ketika saya minta diajari bikin kue oleh Umi Anda ketika singgah di Malang? Atau ketika Anda kehilangan kartu ATM sehingga akhirnya menginap pertama kali di kediaman saya di Solo? Atau ketika nekat kami datangi di Penang, Malaysia dan terus bablas traveling sehari di Hatyai, Thailand?


Aha! Itu semua membahagiakan! Kekonyolan dan semua ciri khas yang menyatu dalam diri Anda, itulah yang kemudian menjadikan perjalanan dan irisan pengalaman kita amat kaya dengan ragam warna.


Tentang saya dan Apip, dengan semua lika-liku kisah di atas, rasanya cukup jarang bagi kami untuk sekedar bertukar kabar barang sejam atau dua jam. Seringnya, jika sudah nyaman bertelpon, hingga 3 atau 4 jam, dan bahkan lebih.


Bukan semata bernostalgia terhadap kenangan-kenangan di masa lalu, namun juga ada banyak diskusi serius yang kami hadirkan selama momen tersebut. Dan di atas itu semua, satu hal yang selalu saya ingat baik-baik, bahwa Apip paling bersemangat ketika kami sudah mengobrol seputar perencanaan masa depan. Aha. Tentang mimpi-mimpi kami, kemana gerangan akan melangkah. Tentang asmara-asmara kami, kemana gerangan akan berlabuh. Tentang harapan-harapan kami, kemana gerangan akan berkarya.


Diskusi bersama Apip selalu menarik. Penuh semangat serta gelora. Membantu mengisi kembali daya kekuatan yang sempat lesu terbawa suasana Ibukota tempat saya tinggal.


Makanya, ketika mendengar Apip akan menikah, saya termasuk orang yang paling bahagia dengan kabar tersebut. Karena sebagai salah satu penyimak setia cerita-ceritanya sedari awal, saya tentu merasakan keinginan yang kuat untuk turut melihat penghujung bahagia dari semua kisah-kisah di atas. Itu harus. Sebab itulah kebanggaan saya sebagai seorang penutur hikayat, ehe.


Lalu bahagia berikutnya karena, olalala, Apip yang dulunya seperti ini dan seperti itu, ternyata hari ini benar-benar siap melangkah menuju dunia dewasa yang sesungguhnya. Seorang suami. Seorang yang mengemban tanggung jawab sebagai kepala keluarga seutuhnya.


Dear Apip,


Selamat Menikah. Ini sebentuk kado beserta cinderamata khusus dari saya di nun jauh Ibukota sana. Dengan beratasnamakan seluruh persahabatan kita hingga hari ini, saya nyatakan Anda lulus dari Barisan Patah Hati! Hahaha....


Barakallahu Lakuma wa 'Alaikuma! Mohon maaf belum bisa membersamai seluruh keseruan pasca walimah di akhir pekan kemarin. Semoga bahagia! Semoga menjadi keluarga sakinah mawaddah wa rohmah! Kita tetap harus bersahabat sampai jannah, Insya Allah!


--------------

Ibukota Lama,
1 Oktober 2020 - 21.49
Semoga Berkenan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEPING KEDUA PULUH SATU : Bangkai Dunia

CERBUNG : Mimpi di Ujung Meja Hijau (Bagian 3)

KALA-TENTANG-HUJAN

Batavia’s Diary : Another Beginning