Sebuah Seni Menikmati Kesibukan



Pekan kedua bulan Oktober ini, saya cukup babak belur dengan beragam kesibukan yang tiba-tiba mengemuka bersamaan sekaligus.


Di kampus, ada UTS dan beberapa tugas pelajaran. Di FIM, ada pra-tugas Pelatnas 22 dan pendaftaran campaign komunitas. Di FoSSEI, ada kepanitiaan kegiatan FLF (FoSSEI Leadership Forum). Di KSEI AkSES Lipia, ada persiapan acara DEI dan beberapa proker besar lainnya. Dan di tengah seluruh kesibukan tersebut, masih ada juga saya yang lagi-lagi terlanjur mengiyakan untuk mengikuti salah satu lomba olimpiade online Ekonomi Islam di Surabaya. 


Haha, memang melelahkan dan memang lumayan luar biasa tenaga yang kita perlukan untuk menghadapi seluruh agenda tersebut. Karena ibarat berjalan di atas titian tali, kita harus super hati-hati dalam mengatur manajeman waktu agar tidak mengacaukan jadwal kesibukan lainnya. Satu tugas molor, ya tentu jelas merembet kepada molornya agenda-agenda lainnya.


Pertanyaannya, apakah saya merasa stress menghadapi itu semua?


Oh, sudah barang tentu, Kawan. Kepala serasa hampir pecah. Waktu istirahat tidur selalu sangat kurang. Seakan ingin berlari ke tengah hutan antah-berantah hanya untuk meneriakkan unek-unek di dalam diri kita. Hahaha....


Tapi itu jelas bukan sebuah solusi yang menyelesaikan seluruh masalah.


Kyai kami di Aliyah dulu sering mengatakan, bahwa tekanan-tekanan dalam kehidupanlah yang perlahan akan membentuk karakter terbaik dalam diri kita. Seperti sebuah bola yang ditekan dengan kuat ke dalam bak mandi, itu -tekanan tersebut- hanya akan membuat dia melompat cepat ke atas permukaan.


Kesibukan dan padatnya aktivitas pun demikian. Alih-alih menggerutu, mengapa kita tidak coba menikmatinya dengan lebih baik?


Menikmati kesibukan bisa dengan beragam cara. Salah satu yang paling mudah, adalah mereview kembali gambaran besar yang sedang kita tuju di balik seluruh kesibukan tersebut.


Apa yang akan kita capai setelah semua ini? Manfaat apa yang akan kita dapatkan sesudah ini? Apa yang bisa kita berikan kepada sesama melalui ini?


Mereview ulang seluruh maksud keberadaan kita di balik kesibukan-kesibukan tersebut, akan membantu dalam mengikhlaskan gerak langkah kita ke depannya. Bahwa kita sibuk bukan sekedar sibuk. Tetapi sibuk yang punya makna dan kebaikan di dalamnya.


Orang-orang justru terjebak pada hal sebaliknya. Menghadapi padatnya kesibukan, tak sedikit dari mereka yang justru memilih mengikuti arus dan membiarkan dirinya terbawa bersama waktu.


"Sibuk begimanapun, udeeh yang penting biarin aja ngalir kayak biasanya."


Itu mungkin mencegah beberapa stress di kepala kita. Tapi bila diseksamai, kita justru kehilangan momentum untuk menikmati kesibukan-kesibukan tersebut. Kita merenggut kesadaran berpikir yang seharusnya mampu membuat kita tersenyum bahagia di atas itu semua. Hanya mengikuti arus, eh, bukankah itu terkesan "agak menyerah", ya kan?


Silahkan sibuk dengan beragam kegiatan. Di pertengahan itu semua, ingat-ingat kembali alasan mengapa kita ada bersama seluruh kesibukan tersebut. Apa yang bisa kita berikan? Lalu apa yang bisa kita dapatkan? Agar kita tak kehilangan tujuan, dan tetap bisa merasakan puasnya pencapaian sebakda usai seluruh urusan nantinya.


Dan terakhir, izinkan saya mengutip salah satu kutipan yang saya temukan di lauhah Musholla Desasiswa Restu, Universitas Sains Malaysia, Penang, Malaysia. Disitu termaktub : "Sibukkan diri dalam urusan agama. JIKA TIDAK, kamu akan sibuk tapi bukan dalam urusan agama."


Selamat Hari Senin.


-------------------

UIN Ciputat,
1 Rabiul Awal - 19.47
Melepas Pekan Penuh Gairah

Komentar

  1. Suka! masyaaAllah, mau ujian UTS i'dad Sem 3 lipia pening klo posisi dirumah karena wabah, kerjaan rumah random bngt!! Baca ini berasa plong, bner bngtt tekanan hidup membentuk karakter diri lebih baik :)��

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEPING KEDUA PULUH SATU : Bangkai Dunia

CERBUNG : Mimpi di Ujung Meja Hijau (Bagian 3)

KALA-TENTANG-HUJAN

Batavia’s Diary : Another Beginning