CHIEF's NOTE : Memberi dan Mencuri



Semenjak meninggalkan tanah rantau Maninjau, saya punya prinsip, bahwa dimanapun kita nanti berada, kita harus selalu bisa "memberi" dan "mencuri".


"Memberi", dalam arti keberadaan kita mampu meninggalkan sumbangsih kebaikan, menitipkan karya kebermanfaatan, serta menghadirkan beragam makna positif bagi mereka yang di sekitar.


Lalu "mencuri", dalam arti dimanapun nanti kita berada, kita harus lihai berpandai diri mengambil jejak-jejak pengalaman dari orang lain, belajar dari kisah kehidupan mereka mereka guna mengimbuhi khazanah keilmuan seorang kita pribadi.


Di FIM Jakarta sendiri, dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun, saya tahu bahwa saya tak akan mampu "memberi" sebanyak yang saya angankan. Namun karena itulah, saya justru menyadari, bahwa saya tak boleh sampai melewatkan kesempatan ini untuk "mencuri" sebanyak-banyaknya.


Aji mumpung selagi bernaung di FIM, selagi bertemu orang-orang hebat nan luar biasa, ya sekalian-kan saja, bung!


Belajar sebanyak-banyaknya! Merengkuh segala-galanya! Berakselerasi sejauh-jauhnya!


"Mencuri" dengan sepenuh kehormatan. Untuk mencapai titik yang lebih tinggi.


Lalu pertanyaan berikutnya, selama beberapa bulan menjadi Volunteer di FIM Jakarta, apa-apa saja yang sudah berhasil saya 'curi' dari mereka?


Aha. Saya tersenyum.


Di FIM Jakarta, saya belajar menyeksamai keberanian dalam bermimpi, perihal kesungguhan dalam bertekad.


Saya bertemu orang-orang yang dengan penuh lantang mentargetkan cita-cita mereka untuk menjadi menteri Indonesia suatu hari nanti. Orang-orang dengan ambisi besar, yang berani bermimpi untuk menjadi yang terbaik di bidang mereka masing-masing.


Dan di FIM Jakarta, itu dianggap lumrah. Biasa saja. Karena −ini yang membuat saya kian bertambah takjub-, tak ada seorangpun yang lantas menertawakan mimpi-mimpi sehebat itu, atau menganggapnya sebagai suatu hal mustahil di luar jangkauan. Alih-alih melakukan hal tersebut, yang ada malah justru semua dengan senang hati saling mendukung dan memberi bantuan. Bahkan di salah satu diskusi internal, saya turut mendengar seorang senior yang ringan menyarankan, "Kalau memang mau jadi menteri, ya itu udah bener jalur karirnya seperti sekarang, bro. Karena rekam jejak menteri kita yang hari ini, kalau dilihat-lihat, ya dulunya pun beliau merintis dari bidang ini."


Saya kembali tersenyum. Di FIM Jakarta, hal pertama yang saya 'curi' adalah tentang keberanian melihat hari esok, lalu kesenangan dari memiliki orang-orang yang bermimpi dan bercita-cita sama hebatnya dengan apa yang sedang kita perjuangkan bersama. Itu luar biasa, bukan? Ehe.


Di FIM Jakarta, saya juga turut belajar tentang keberanian dalam berkarya. Karena orang-orang yang saya temui disana, hampir semuanya merupakan mereka yang telah fokus berkecimpung pada satu bidang tertentu. Dan oleh karena itu, mereka terbilang cukup produktif untuk terus bekerja keras melahirkan karya-karya hebat sesuai bidang mereka masing-masing.


Ada tenaga kesehatan yang selalu fokus memperdalam kemampuan mereka dalam penanganan pasien. Ada penulis yang setiap tahun selalu mentargetkan menghasilkan sekian buku. Ada relawan sosial yang sedang merintis jalan untuk bisa membantu saudara-saudara di Palestina. Ada desainer grafis yang selalu berhasil membuat kami terpukau dengan coretan gambar mereka. Ada juga orang-orang yang sedang mengasah bekal terbaik mereka sebelum melanjutkan studi ke luar negeri.


Itu semua sangat spesial. Kerja keras setiap dari mereka. Fokus dan determinasi tiap-tiap orang. Untuk mewarnai masa muda dengan beragam warna kebaikan sesuai bidang mereka masing-masing.


Dan bagi saya seorang, "mencuri" semangat dari mereka itulah yang kemudian membantu saya untuk terus yakin sepenuhnya dengan bidang yang saya geluti saat ini. Untuk terus menulis. Untuk terus beridealis. Untuk terus berjalan melahirkan kontribusi kebermanfaatan.


Hingga suatu hari nanti, jejak-jejak itulah yang akan disambut sebagai karya seorang kita bersama tatkala telah genap meninggalkan panggung dunia.


Di FIM Jakarta, saya juga belajar dari dekat perihal manajemen organisasi. Tentang menghadirkan kehangatan kekeluargaan, sehingga mereka yang pendiam pun tak lagi merasa asing untuk sekadar bertegur sapa dan bertukar balasan. Tentang kepedulian untuk mencari tahu hal-hal terbaik apa yang dapat kita lakukan demi menciptakan kenyamanan bersama di tim. Tentang keseimbangan untuk menempatkan semua sesuai dengan porsinya masing-masing, agar program dapat tetap berjalan dengan sepenuh profesionalitas, namun senyum serta bahagia jangan sampai hilang terbawa cemberut akibat sengkarut pekerjaan.


Aha. Menyatukan hati sesama rasanya memang menyenangkan. Dan itulah yang saya pelajari dari kebersamaan selama berkomunitas dan berorganisasi di FIM Jakarta. Karena ketika itu genap terbangun, percayalah, hari-hari berikutnya sekalipun dipenuhi penat rapat pekerjaan, akan selalu terasa membahagiakan, akan selalu terasa menyenangkan.


Menarik, bukan?


Masih ada banyak cerita-cerita lainnya yang belum saya tuliskan disini. Tentang "memberi" dan "mencuri". Tentang momentum-momentum luar biasa selama membersamai FIM Jakarta sebagai Volunteer tahun 2020. Tapi sengaja tak saya cantumkan disini, dengan harapan dapat memberikan ruang bagi segenap pembaca untuk turut merasakan ketertarikan guna bergabung bersama jaringan FIM dimanapun Anda berada.


Karena semua keseruan tersebut, saya percaya, tak akan pernah cukup hanya dengan sekadar dituliskan dan diperdengarkan saja. Sebagaimana cinta, perasaan ketika merasakannya secara langsung-lah yang membuat cerita-cerita tersebut berkesan seumur hidup. Termasuk FIM itu sendiri.


Selamat Melanglang.


-------------


Tanjung Barat,
28 Muharram 1442 - 21.01
Sebentuk Ucapan Terima Kasih

Komentar

Postingan populer dari blog ini

M-Menelusuri Asal Muasal Nama Ibukota

Mengenal Bang Zen, Sohib Aliyah di ODOP Batch 7

Memaknai Perjalanan

KEPING KEDUA PULUH DELAPAN : Jejak Kebermanfaatan