P-Pria Berambut Gondrong



Perkenalkan, ini Arif Muhtar. Saya dan dia, banyak berbagi kelindan nasib dalam putaran roda kehidupan kami masing-masing.


Saya, Arif, ditambah si Aryo, sempat bersama-sama menjalani 1 tahun penuh cerita di kawah candradimuka pesantren pinggir Maninjau. Itu hari-hari yg luar biasa. Penuh cinta dan nestapa. Dalam dekapan suka maupun duka. 


Ada hari-hari dimana kami kompak menikmati puluhan durian yang dipetik langsung dari kebunnya. Berburu udang dan ikan di kedalaman danau Maninjau. Melanglang buana hingga setengah pelosok ranah Minangkabau.  Menikmati pagi yang berlalu dengan sepiring hangat pisang goreng 'keju'. Bahkan, ada petang-petang penuh kenangan ketika kami bersantap malam bertemankan hidangan sambal pisang. Ya, pisang disambal. 


Sayangnya, setahun kemudian, semua genap berpisah. Menunaikan apa yang kemudian menjadi cerita tiap-tiap guratan takdir. Saya melanjutkan keping kehidupan di Maninjau, Aryo lanjut merantau di tanah Sunda, sedangkan si Arif mengejar pengalaman di sudut Lamongan.


Tapi begitu pun, hubungan di antara kami tak berlalu begitu saja. Bahkan di masa-masa tersebut , manusia satu ini termasuk segelintir orang yang kerap menjadi tempat saya bercerita dan berbagi keluh kesah.


Aha, romantis memang. 


Namun, asal kalian tahu, jua kalimat dari dialah yang kelak menjadi salah satu alasan bagi saya untuk membulatkan tekad melanjutkan perjalanan. 


Tatkala tiba di penghujung senja pengabdian, ketika itu saya genap dilanda bingung setengah mati dengan kelanjutan di tanah Maninjau. Dilema. Antara beranjak atau tetap bertahan. Jika bertahan, namun hati terlanjur tidak terasa nyaman, bagaimanakah? Adapun beranjak, menyisakan sekelumit ragu yang masih terngiang dalam tanya : akan kemana?


Manusia satu ini, saat mendengar semua musabab di atas, dengan enteng hanya berkata, "Yang namanya nyari pegangan buat di luar, ya kamunya harus keluar dulu lah.. Jangan pusing-pusing nyari pegangan di luar, tapi kamu nya masih di dalam.. Ya mana keliatan...."


Aha, ke-simpel-an yang agak 'kejam', memang. 


Kini, satu setengah tahun kemudian, kami genap kembali bersua di Ibukota. Meski ini bukan kali pertama semenjak momentum tersebut, tetap saja akan ada hal-hal baru yang menjadikan pertemuan ini punya nilai tersendiri. Berbagi pengalaman, bertukar kesan, bercanda dalam aneka guyonan, hingga termasuk mengungkit kembali kekonyolan-kekonyolan yang sempat terlintas di masa lampau kami terdahulu.


Aha. 5 hari yang bakal menyenangkan sekaligus sedikit berisik, sepertinya. Hahaha..


Selamat berlibur di Ibukota, makhluk langka di angkatan kami! Selamat melepas penat di tengah macet Jekardeh! Semoga tercerahkan! 


o-●-o-●-o-●-o-●

14 Maret 2019

Tulisan yang sudah sangat lama sekali. Namun penting bagi saya untuk tetap mengarsipkannya dengan rapi dalam lembaran virtual di sini, agar sekalipun waktu terus berjalan maju, namun kenangan manis tentang hal tersebut dapat tetap terngiang bersama dalam ingatan kami, para pelaku sejarah itu sendiri.

Komentar