Batavia’s Diary : Another Beginning

Dear Diary, Apa kabar, Djakarta? Ah, kota ini akan selalu tampak baik. Bahkan dari hari ke hari, kota ini kian maju dan modern. Lalu, apa kabar diriku yang kini? Aha, ini dia kawan, yang baru agak sedikit mengkhawatirkan. Kabarku kurang baik. Bahkan sepekan pertama di Ibukota ini, aku justru terkapar sakit di kamar kontrakan. Mual, muntah, pusing, hingga puncaknya tekanan darahku sempat turun ke titik nadir. Djakarta rupa-rupanya memang berbeda jauh dari Solo, Jogja, apalagi Manindjaoe. Sepanas-panasnya daerah di atas, tetap tak akan senahas kondisi di kota megapolitan ini. ‘Panas’ saja tak cukup untuk sekedar menggambarkan keadaan Djakarta di siang hari. Harus ada tambahan variabel beberapa kosakata lain, seperti : Macet, Polusi, Gerah, Ruwet, Bising, Perang Klakson, Harga Selangit ; dan semua itu harus disertai dengan keterangan : ‘Gila parah’ !! And well, yah, itulah Djakarta yang saat ini kutinggali bersama jutaan rakyat Indonesia lainnya. Jadi, kukira wajar, ba...