KEPING KELIMA : Aroma Hujan
Tentang Hujan, aroma apa yang langit hidangkan untukmu, kawan?
-----------
Petang ini, Markaz Iqro, -tempatku bermukim- , tetiba diguyur hujan lebat. Kali pertama di bulan Ramadhan tahun ini. Air tumpah ruah, begitu deras, seakan bersuka ria kembali bersua dengan bumi pertiwi.
Aku ikut terhanyut. Dalam pusaran tegun tiada ujung, menyeksamai setiap tetes kurnia langit yang turun mengguyur tanah dari tepian genteng.
Aroma hujan sore ini begitu kental dengan bau nostalgia seperti biasanya. Ada sesesap rindu yang acap kali tertitipi ketika hujan turun. Bagi sesiapa yang pernah bersinggung jalan takdir dahulu, dan bagi setiap masa yang telah genap tergenapi di belakang, hujan seakan memanggil penuh hasrat untuk yang semua itu. Mengalir tak tertahan, mengisi relung hati nan terdalam, bersama dengan rintik rinai hujan yang turun tak terbendung dari langit.
Hujan dan rindu sedari dulu memang pasangan yang serasi. Se-serasi teh dan gula yang menjadi menu takjil berbuka ku hari ini. Ada hangat, manis, legit, -kadang getir- , saat sesapan pertama hinggap di lidah kita. Pun demikian halnya untuk aneka selaksa warna-warni rindu yang menemani tumpahan senandung langit kali ini.
Selain rindu, ada aroma lain dari langit untuk hidangan hujan sore ini. Tentang berkah. Memang tak terlihat, tapi entah kenapa, semenjak hujan turun, hati terasa begitu tenteram, penuh sejuk lagi damai.
Aku tak lagi tertegun. Aku kini justru kian ketagihan. Ada banyak berkah penyebab doa mustajab petang ini. Berkah Ramadhan. Berkah waktu-waktu jelang berbuka. Berkah hujan. Berkah orang yang berpuasa. Semua terkumpul menjadi satu, dalam seteguk kesempatan emas di masa akhir shiyam. Di saat seperti ini, nemanjatkan doa ke hadapan langit adalah keharusan, mustajab ibarat panah nan jitu yang mesti tepat mengenai sasaran. Maka serulah doa-doa terbaikmu! Doa untuk kebaikan dunia dan akhirat bagi kita semua. "Rabbana aatinaa fid dun-ya hasanah...Wa fil aakhirooti hasanah...Wa qiinaa 'adzaban naar..." Agar lekas melesat cepat menembus lautan awan, dan tiba di hadapan Sang Pencipta dalam keadaan berkah lagi terkabul.
Aroma terakhir yang sempat aku endus dari hujan sore ini adalah aroma kehidupan. Tanam-tanaman kembali menghijau. Pengap serta polusi yang mengotori udara seakan dibilas habis oleh kuasa langit, menyisakan jernih sejauh mata memandang.Tanah tempat berpijak menguar harum menebar wewangi petrikor, mengingatkan kesegaran seakan kita sedang di alam liar.
Terasa hidup. Bersama hujan, seluruh alam semesta seakan bahu membahu berpadu menciptakan sinergi penuh energi kehidupan untuk segenap makhluk yang bermukim di atasnya. Penuh sejuk tuk meluruhkan segala peluh penat selama sepekan terakhir.
Aku kini hanya takzim menengadah ke langit, menghirup nafas dalam-dalam, menikmati setiap gelaran tirai air nan lebat yang turun bergemuruh dari langit.
Aku bersyukur. Sangat bersyukur. Bahwa untuk sajian senikmat ini, langit masih mengizinkanku tuk urun menikmati. Aku, sang manusia penuh khilaf yang tak kunjung segara insyaf ini, sore ini masih diperkenankan tuk mencicipi satu dari sekian tanda-tanda kuasa Allah.
Bersanding bersama hujan, aku justru kian merasa mungil di hadapan kebesaran Tuhan. Karena sehebat apapun gelar akademik seorang anak adam, tak satupun dari mereka yang mampu me-reka ulang pesona nostalgia dari sebuah hujan, tak satupun dari mereka yang mampu menghadirkan hujan lengkap dengan seluruh daya magisnya.
Maka bagiku, hujan selalu dan akan selalu menjadi misteri. Termasuk hujan di penghujung hari ini. Tapi satu hal yang kutahu pasti, hujan ada bukan sekedar untuk dianggap lalu apalagi justru dirutuki kedatangannya, "Ah, hujan lagi...hujan lagi..." .
Hujan ada untuk disyukuri, sinyal bagi para pencari doa untuk lekas-lekas bermunajat dihadapan Sang Khalik, memohon istijabah beserta keberkahan langit yang turut turun besama setangkup gerimis air.
Hujan ada untuk diresapi, mencari makna akan kerinduan hati, mendalami akan hakikat kehidupan bestari.
Hujan ada untuk dinikmati, bersama secangkir lezat minuman hangat, menjadikan dingin yang menusuk sembilu kian terasa khusyuk untuk bertafakkur terhadap kebesaran Sang Maha Kuasa.
Hujan ada sebagai hadiah untuk kita, dari langit bagi mereka yang sudi tuk sejenak menghening cipta, menambah iman bersama sayup syahdu alunan tembang tetes demi tetes air yang menjejak tanah tumpah darah kita.
-----------
Markaz Iqro,
Hujan yang Mengganti 2 Draft,
5 Ramadhan 1439 H
-----------
#CatatanMenujuKemenangan #RamadhanProduktif #RamadhanPositif #30InspirasiRamadhan #30HariMenulis
Komentar
Posting Komentar