KEPING KEENAM : Ketidaktahuan yang Menyelamatkan


-----------

Dalam banyak hal, ketidaktahuan terhadap sesuatu memang identik dengan kebodohan, kelemahan, dan kekurangan.

Tapi dalam beberapa hal lainnya, ketidaktahuan terhadap sesuatu adalah anugerah, yang dengan itu justru menyelamatkan kita dari beragam madharat nan berbahaya.

-----------

Di Maninjau, 2 tahun silam, saya punya seorang kawan unik. Setiap kali kami akan bertukar cerita, dia selalu bertanya terlebih dahulu,


"Eh, ini tentang kejelekan orang lain, enggak? Kalau iya, mending aku gak usah tahu aja deh..Takut ntar malah kelepasan ngomong ke orang lain.."


atau lain waktu berkata seperti ini,


"Eh, ini tentang hal rahasia ya? Kalau iya, mending aku gak ikutan aja, deh... Takutnya nanti malah bocor di aku nya..."


Begitulah. Ketika dia bicara demikian, saya biasanya hanya geleng-geleng kepala sembari membatin, "Lha ndilalahe, kok ada ya orang kayak dia...ehe."


Di zaman serba kepo ini, sangat susah menemukan karakter semacam itu. Membatasi diri pada hal-hal yang sekiranya bermanfaat untuknya, pun membatasi pengetahuan hanya pada hal-hal yang sekira aman baginya.


Tapi begitulah. Percaya atau tidak percaya, jika kita telisik ingatan kita, pasti akan ada satu-dua atau bahkan beberapa ingatan yang sebenarnya kalau diizinkan memilih, kita akan memilih untuk tidak mengetahuinya saja.


Seperti rahasia-rahasia yang tidak semua orang boleh tahu. Atau masa lalu tentang si fulan yang kita ketahui tanpa sengaja. Bisa pula tentang trik-trik kotor yang membisiki kita pada perbuatan curang, mengakali sistem yang berlaku. Atau yang paling lumrah, pengetahuan seputar aib maupun kekurangan kawan yang selama ini kita akrabi.


Hal-hal seperti itu, biasanya selalu akan terlihat 'menggoda' bagi manusia. Tak percaya?


Bukankah dalam banyak kasus korupsi, para koruptor awalnya hanya 'sekedar tahu' bagaimana cara untuk korupsi, namun kemudian malah latah mencoba dan akhirnya justru jadi ketagihan?


Bukankah menggunjing ada, karena adanya orang-orang yang tahu aib-aib manusia dan sepenuh hati justru menyebarkan keburukan tersebut?


Bukankah bocornya soal-soal tes bersebab mula karena adanya orang-orang yang tahu dan bersedia memberitahu kunci jawabannya?


Bukankah media massa kita hari ini justru berlomba-lomba mencari para informan maupun paparazzi yang bersedia menjual informasi rahasia mereka?


Awalnya memang hanya sekedar ingin tahu. Menggugah hasrat kita selaku manusia, sembari menyakinkan diri bahwa semua akan baik-baik saja. Seakan kita percaya bahwa rahasia tersebut akan selalu aman bersama kita; aib si fulan tak akan tersebar ke orang lain: atau merasa sanggup untuk hanya sekedar ingin tahu tanpa mau mencoba-coba sedikitpun. Namun seiring berjalannya waktu, keyakinan ini tadi akan goyah oleh bisikan setan. Perlahan kita akan tergoda untuk memanfaatkan pengetahuan tersebut demi kepuasan pribadi, entah itu berupa keuntungan diri sendiri (kekayaan, kemasyhuran, dsb) ataupun berupa sebentuk pengakuan dari masyarakat sekitar (orang yang 'lebih tahu', nama baik, dsb)


Godaan seperti itu lah yang kemudian menjadikan seorang Adam 'alahissalam tertipu dengan siasat muslihat dedengkot setan, Iblis la'natullah 'alaihi.


Mari tengok surat Al 'Araf ayat 20-21 :


"Dan (setan) berkata, 'Tuhanmu hanya melarang kamu berdua mendekati pohon ini, agar kamu berdua tidak menjadi MALAIKAT atau tidak menjadi orang yang KEKAL (dalam surga).' Dan kemudian dia (setan) bersumpah kepada keduanya, “Sesungguhnya aku ini benar-benar termasuk para penasihatmu,”


Bayangkan, kawan! Iblis berkata, bahkan hingga bersumpah, di hadapan Adam beserta Hawa, bahwa memakan buah khuldi akan menjadikan mereka sebagai golongan malaikat, dan terhindar dari kematian.


Pengetahuan yang luar biasa menggoda. Sudah menjadi sifat alami manusia untuk berusaha menghindari kematian. Dan lagipula, siapa sih yang tak ingin hidup abadi di surga selamanya? Tapi sebagaimana kita tahu bersama, pengetahuan itu yang kemudian menjerumuskan Adam dalam rencana licik Iblis. Alih-alih kekal seterusnya, buah khuldi justru menjadikan pakaian keduanya tersingkap dan menampakkan aurat mereka. Itulah yang menjadikan Bapak beserta Ibunda kita ini kemudian diturunkan oleh Allah ke muka bumi hingga hari ini.


Dari situ kita lantas belajar, bahwa memang begitulah karakter dasar dari manusia. Selalu ingin tahu terhadap setiap segala sesuatunya. Selalu ingin mencoba hal-hal yang bersifat baru. Tanpa cenderung berpikir untuk memilah berikut memilih mana hal-hal yang kiranya membawa kita pada kebermanfaatan, dan mana yang justru menjerumuskan kita pada lubang dosa.


Memang ketidaktahuan kita terhadap pengetahuan nan berguna, apalagi ilmu agama atau ilmu-ilmu lainnya, merupakan satu bentuk kejahilan yang harus lekas dibenahi, mengingat aneka ilmu itulah yang menjadi bekal petunjuk kita agar selamat dunia maupun akhirat.


Namun dalam beberapa hal, ketidaktahuan kita terhadap sesuatu yang tidak kita ketahui, sejatinya adalah berkah berikut anugrah yang pun patut untuk disyukuri. Boleh jadi, itulah cara Allah menyelamatkan kita dari madharat yang lebih besar. Boleh jadi, itulah cara Allah untuk mengarahkan kita ke arah yang lebih baik. Pun boleh jadi, itulah cara Allah untuk menjauhkan kita dari maksiat nan berdosa yang menanti di ujung gelap sana.


Maka, saudaraku sekalian, perbanyaklah latihan untuk bersikap mawas diri. Terlebih di bulan Ramadhan seperti saat ini. Jaga hati, jaga telinga, jaga pandangan, jaga anggota tubuh kita, dari beragam hal-hal yang memang tak seharusnya kita ketahui. Karena menjadi orang yang serba tahu itu mudah. Tapi menjadi orang yang sengaja mem-BATAS-i pengetahuan dirinya hanya pada hal-hal yang sekiranya bermanfaat; itu sangat, sangat, sangat susah sekali.


Tetap semangat. Tetap optimis. Di atas sana, ada Dzat Yang Maha Menjaga, ada Dzat Yang Maha Menerima Taubat dari kita semua, InsyaAllah


-----------

InFrame : Gambar gorengan Hik Pak No di waktu berpuasa pun ternyata juga sama menggodanya seperti aneka pengetahuan yang malang melintang di atas dunia ini. Tetap bersabar, waktu berbuka Insya Allah tingal hitungan 8 jam lagi. Pun tetap bersabar, tidak semua pengetahuan yang ada di hadapan akan selalu membawa kita pada kebaikan nan berpahala.
-----------

Markaz Iqro,
Gemuruh badai penyesalan,
6 Ramadhan 1439 H


-----------

#CatatanMenujuKemenangan #RamadhanProduktif #RamadhanPositif #30InspirasiRamadhan #30HariMenulis

Komentar

Postingan populer dari blog ini

A-Ambisi

KEPING PERTAMA : Garis Nadir

KEPING KELIMA : Aroma Hujan

CERBUNG : Mimpi di Ujung Meja Hijau (Bagian 3)