D-Debur Ombak

Selat Sunda Suatu Hari Dulu

Debur ombak yang dibelah haluan kapal, ternyata perlahan turut menghanyutkan mosaik indah memori nostalgia selama berada di tanah Jawa. Aku tercebur dalam diam, bukan untuk meratapi, tapi untuk menyesapi. .

Ada saat dimana sendu serta sembilu kepergian bercampur bersama nikmat aroma petualangan. Menguar keluar begitu liar sepanjang perjalanan lintas ranah ini. Namun meski bercampur, aku tetap mampu memilah dan memisah. Seperti halnya setiap debur ombak asin Selat Sunda, yang menjadi penghubung juga sekaligus pemilah raga antara sang Suwarnadwipa dengan Jawadwipa. .

Debur ombak kali ini kutemani dengan hikayat perjalanan selama satu purnama ke belakang. Mengulas dan mengingat setiap langkah kaki yang melintasi jarak demi jarak. Karena sejatinya, kapal yang kunaiki ini adalah tiket kembali, pertanda bahwa di nun jauh ujung sana ada tugas serta tuntutan yang akan menjadi rutinitas segera. Maka tak ada salahnya, mengingat dan mengulang sejauh mana kita telah pergi sebelum kembali, bukan? Agar kita tahu sejauh mana perjalanan telah mengasah jiwa jasad kita, dan setinggi apa perjalanan telah membantu kita mengangkasa mencapai seluruh target harapan. .

Dari debur ombak lautan selat sepanjang 32 km, aku belajar banyak. Tentang menghayati dan menyikapi hidup yang penuh cinta dan cerita ini. Tentang sendu yang membersamai rindu, tentang tantangan dalam detak perjalanan. .

Ahlan, Maninjau.

Catatan : Jangan lupa untuk tengadahkan tangan serta tundukkan kepala, memohon seraya berdoa untuk pertolongan saudara-saudara seiman kita di tanah Al Aqsha. Kita doakan agar saudara-saudara diberi ketenangan dan kemenangan dri sisi Allah. Pun kita panjatkan agar semoga seluruh makar Zionis Israel tuk menghancurkan Al Aqsha menemui kegagalan dan kebinasaan. Allahumma Amin. .

Mereka bertahan. Kita kuatkan. Allah menangkan. Insya allah.

Komentar