TADABBUR SIROH : Cinta di Penghujung Gelanggang Uhud


“Ya Allah, aku mohon pada-Mu cinta-Mu dan cinta orang yang mencintai-Mu, dan amalan yang mengantarkanku untuk menggapai cinta-Mu. Ya Allah, jadikan kecintaanku kepada-Mu, lebih aku cintai daripada cintaku pada diriku sendiri, keluargaku, dan air dingin.” 

[HR. Ahmad & Tirmidzi]

o-●-o-●-o-●-o-●
.
Adalah Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, salah satu sahabat yang diutus Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam untuk memeriksa dan mencari para korban sebakda kecamuk perang Uhud.
.
Zaid menceritakan, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam mengutusku agar mencari Sa’ad bin Ar Rabi’. Beliau bersabda, ‘Jika engkau sudah menemukannya, sampaikan salamku kepadanya. Katakan juga kepadanya, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bertanya kepadamu, ‘Apa yang engkau rasakan?’”
.
Lalu Zaid bin Tsabit lanjut menuturkan, “Kemudian aku berputar-putar di antara orang-orang yang terbunuh, hingga aku menemukannya dengan sebuah tombak terakhir yang mengenainya. Sementara di sekujur tubuhnya penuh puluhan luka, karena sabetan pedang, hujaman anak panah, maupun tikaman tombak.”
.
Aku (Zaid) berkata kepadanya, “Wahai Sa’ad, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam menyampaikan salam kepadamu dan bersabda kepadamu, “Sampaikanlah kepadaku bagaimana yang engkau rasakan.”
.
Sa’ad bertanya, “Jadi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam menyampaikan salam kepadaku? Sampaikan kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, aku mencium bau surga. Katakan pula kepada kaumku Anshar, kalian tidak perlu lagi mencari alasan di sisi Allah jika memang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam sudah selamat dan ada yang melihatnya’.”

Setelah itu dia langsung menghembuskan nafasnya yang terakhir.
.
o-●-o-●-o-●-o-●
.
Menakjubkan.
.
Palagan ini, palagan Uhud, memperdendangkan kepada kita banyak kisah menakjubkan seputar kebesaran jiwa para Sahabat ridwanullah ‘alaihim. Termasuk salah satunya cerita di atas.
.
Duhai, siapa yang tak mengenal Sa’ad bin Ar Rabi? Dialah sosok sahabat Anshar yang oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dipersaudarakan dengan sahabat Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu sebakda peristiwa hijrah ke kota Madinah.
.
Sosok yang dengan ringan hati berkata kepada ‘saudara’ barunya tersebut, “Sesungguhnya aku adalah orang yang paling banyak hartanya di kalangan Anshar. Maka ambillah separuh hartaku itu. Aku juga mempunyai dua orang istri. Maka lihatlah mana yang engkau pilih, agar aku bisa menceraikannya. Jika masa iddahnya sudah habis, nikahilah dia!”
.
Masya Allah. Dialah sosok tersebut!
.
Sosok ini pulalah yang bahkan ketika nafasnya tersengal-sengal di ujung penghabisan, masih sempat memikirkan keselamatan sang Nabi. Seakan tegas menyiratkan kepada kaum yang akan ditinggalkan, “Aib! Apabila kalian hidup sedangkan sang utusan langit gugur di tengah kecamuk bara peperangan. Alasan apa yang akan kalian kemukakan nantinya di hadapan Allah bila itu terjadi?”
.
Aduhai. Di detik-detik terakhirnya, tak sekalipun terlintas pikiran mengenai keluarga atau harta benda di rumah. Tidak. Ini sepenuhnya tentang cinta beliau kepada sang Rasul, tentang tanggung jawab selaku pemuka kaum Anshar, tentang hari dimana mereka semua akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah.
.
Inilah yang kemudian menjadikan momentum syahid beliau begitu bernilai, begitu epik, begitu sarat hikmah bagi kita para generasi mendatang. Perihal sudahkah kita belajar dari beliau, tentang cinta sepenuh pengorbanan untuk tauladan kita, Rasululullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam. Cinta yang melampaui cinta kepada apa yang kita sebut sebagai orang-orang terkasih di sisi kita -anak, ayah, bunda, suami ataupun istri; cinta yang bahkan melampaui apa yang bisa kita berikan kepada diri kita sendiri; sudahkah?
.
Tak mengapa, kawan. Semoga sekalipun perlahan, kita bisa seiring bersama menapaki jalan cinta ini, membuktikan bakti cinta kita untuk Allah, lalu kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam di sisa usia sepanjang hayat kita.
.
“Ya Allah, aku mohon pada-Mu cinta-Mu dan cinta orang yang mencintai-Mu, dan amalan yang mengantarkanku untuk menggapai cinta-Mu. Ya Allah, jadikan kecintaanku kepada-Mu, lebih aku cintai daripada cintaku pada diriku sendiri, keluargaku, dan air dingin.” [HR. Ahmad & Tirmidzi]
.
o-●-o-●-o-●-o-●
.
#30HariRamadhanMenulis #hari5 #Ramadhan2019 #InspirasiRamadhan #RamadhanProduktif #YukMenulis #SalamLiterasi #LipiaJakarta

Komentar