Seberapa Mahal Sebuah Informasi


------------

Seberapa mahal sebuah informasi?

Dalam isu virus Corona (covid-19) yang sedang menghangat akhir-akhir ini, informasi dapat dikatakan seharga seluruh kerugian yang ditanggung dunia bersebab penyebarannya.

FYI, berdasar laporan analisis yang dirilis oleh Asian Development Bank (ADP), wabah infeksi virus Covid-19 dalam skenario terburuknya dapat menyebabkan kerugian dunia hingga $347 milliar atau setara Rp 5.472 triliun (kurs Rp 15.770 per dollar AS) dengan Tiongkok sebagai negara terdampak paling besar.

Seandainya informasi atau pengetahuan seputar vaksin virus ini sudah diketahui sedari awal, boleh jadi dunia tak perlu melewati seluruh kerugian tersebut. Tiongkok, Italia, Malaysia, dan kini Prancis tak perlu menutup penuh akses kegiatan di negerinya. Liga-liga sepakbola di seluruh penjuru tak perlu ditunda dan kehilangan potensi keuntungan dari hak siar mereka. Perekonomian Indonesia pun tidak perlu sepontang-panting seperti yang kita lihat hari ini (kurs Rupiah dan IHSG saling naik-turun mengikuti beragam ketidakpastian pasar). 

Namun, itulah harga sebuah informasi.

Dalam bahasa Al Qur'an, seberapa mahalnya pengetahuan informasi dapat kita seksamai bersama dalam Surat Yasin ayat 26-27 :


قِیلَ ٱدۡخُلِ ٱلۡجَنَّةَۖ قَالَ یَـٰلَیۡتَ قَوۡمِی یَعۡلَمُونَ ● بِمَا غَفَرَ لِی رَبِّی وَجَعَلَنِی مِنَ ٱلۡمُكۡرَمِینَ ●

Artinya : Dikatakan (kepadanya), "Masuklah ke surga." Dia (laki-laki) itu berkata, "Alangkah baiknya SEKIRANYA KAUMKU MENGETAHUI, apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampunan kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang telah dimuliakan."

Ini tentang laki-laki yang menyeru kaumnya pada dakwah kenabian, namun kaumnya menolak dan bahkan kemudian membunuhnya. Maka laki-laki tersebut, yang oleh sebagian ahli tafsir disebutkan bernama Habib An Najjar, kemudian dimasukkan oleh Allah ke dalam surga sebagai ganjaran atas ikhtiar upaya dia dalam mendakwahi kaumnya.

Maka kemudian dia berkata, "Oh, alangkah hebat, seandainya kaumku mengetahui ini! Bahwa Tuhanku memberi ampunan kepadaku, dan menjadikanku sebagai seorang yang mulia karena beriman kepada-Nya semasa di dunia!"

Itu informasi yang tidak diketahui kaumnya. Karena setelah mereka membunuh laki-laki tersebut, mereka tetap ingkar dan menolak untuk beriman. Hingga pada akhirnya, turunlah azab dari Allah sebagai balasan atas kesombongan mereka.

Itulah harga sebuah informasi. Dengan turut membawa 2 pangkal akibat yang saling berbeda penghujung : ridho tertinggi dari-Nya atau murka-Nya yang turun ke atas dunia.

Lalu sampai disini, apa yang kira-kira dapat kita pelajari bersama?

Pertama, pengetahuan tertinggi adalah informasi tentang keimanan itu sendiri. Karena itulah yang kemudian akan membawa perbedaan terbesar terhadap pertanggungjawaban kita kelak di hadapan Allah. Jangan sampai, seluruh fatamorgana gemerlap dunia membuat kita acuh tak acuh pada arus informasi yang sekiranya dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita.

Semahal apa sih dunia hingga membuat kita tega menggadaikan iman di dada? Hehe, kurang lebih seperti itu.

Kedua, pengetahuan informasi adalah hal yang sangat penting. Mengetahui informasi yang benar merupakan setengah dari jawaban kemenangan. Dengan memegang informasi yang tepat, kita dapat mengambil solusi tercepat. Sebaliknya, dengan arus informasi yang dikendalikan oleh pihak luar, itu artinya kita sudah membiarkan diri kita dituntun tanpa mengetahui apapun yang akan menghadang di depan.

Informasi itu penting. Makanya perang bukan sekedar baku hantam para prajurit di medan pertempuran, saling bertukar desingan peluru dan dentuman meriam. Nope. Peperangan juga adalah tentang Intelijen dan Propaganda. Intelijen adalah bagaimana informasi tersebut didapatkan. Dan propaganda adalah bagaimana informasi yang telah diperoleh dapat diolah dan dipergunakan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.

Kedua hal tersebut (Intelijen dan Propaganda) bermetamorfosa dalam beragam istilah menyesuaikan perkembangan yang terjadi pada ruang-ruang modern kita hari ini : Arus Data, Survei, Pencitraan, Media Framing, Black Campaign, Jejak Digital, dan sebagainya.

Tapi sekalipun berubah, intinya tetap sama. Bagaimana mengolah informasi menjadi hal yang menguntungkan. Dan sayangnya, semua orang membutuhkan itu. Siapapun Anda.

Mau jadi Presiden?
Butuh informasi dan citra publik yang baik.
Mau jadi Pejabat?
Butuh informasi dan dikenal masyarakat.
Mau jadi Ketua Organisasi?
Butuh informasi dan kampanye positif.
Mau jadi Pedagang?
Butuh informasi dan iklan berkualitas.

Bahkan mau bekerja di perusahaan bergengsi pun,
kita tetap butuh informasi dan CV pribadi kita ya kan?


Lalu yang ketiga, sekaligus terakhir, bahwa di tengah merebaknya isu Virus Corona di seluruh belahan dunia, adalah penting bagi kita untuk meneliti dan menelisik mana informasi yang valid dan mana yang sekedar 'hoax'.

Saya sudah jelaskan panjang lebar mengenai vitalnya peran informasi dalam kehidupan kita hari ini. Maka bijak-bijaklah dalam mengolah arus informasi. Dan jangan sampai lengah, karena kelengahan tersebut boleh jadi akan membuat Anda dimanfaatkan oleh kepentingan-kepentingan sesaat pihak tertentu.

Jangan mudah panik. Siapkan double checking standart. Tabayyun. Tanyakan kepada orang-orang yang memang sepenuhnya mengerti dengan kebenaran informasi tersebut. Jangan sampai ketidaktahuan kita, membawa madhorot yang lebih besar untuk orang-orang yang kita kasihi.

Baru ketika dengan itulah, kita telah selangkah lebih dekat menuju kesempurnaan iman terhadap ajaran Islam ini. Sebagaimana yang termaktub dalam hadist : "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah dia berkata baik atau diam."

Wallahu 'alam bis Showab.

---------------

Pinggir Solo,
27 Rajab  1441 H
Semoga Kamu Tetap Sehat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

M-Menelusuri Asal Muasal Nama Ibukota

Mengenal Bang Zen, Sohib Aliyah di ODOP Batch 7

Memaknai Perjalanan

KEPING KEDUA PULUH DELAPAN : Jejak Kebermanfaatan