KEPING KEDUA PULUH TIGA : Jujurlah Kepada Allah


o-●-o-●-o-●-o-●

فَلَوْ صَدَقُوا اللَّهَ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ


“Tetapi jikalau mereka berlaku JUJUR pada Allah, niscaya yang demikian itu LEBIH BAIK bagi mereka.” 
[QS. Muhammad: 21]


إِنْ تَصْدُقِ اللَّهَ يَصْدُقْكَ


“Jika engkau jujur KEPADA ALLAH, niscaya Allah akan jujur KEPADAMU.” 
[HR. An-Nasai]


o-●-o-●-o-●-o-●

Tentang semua doa-doa kita, 
utarakanlah dengan sepenuh kejujuran di hadapan Rabb Yang Maha Mendengar.

Tentang mimpi-mimpi yang kita harapkan, 
sampaikanlah dengan sesungguh kejujuran di hadapan Rabb Yang Maha Mengetahui.

Tentang kebaikan-kebaikan yang kita citakan, 
panjatkanlah dengan setangguh kejujuran di hadapan Rabb Yang Maha Mengabulkan.

o-●-o-●-o-●-o-●

Setiap dari kita tentu punya pencariannya masing-masing. Sebuah bagian dalam lika-liku kehidupan; proses yang lalu menuntun kita pada kesimpulan jawaban kita sendiri. Inikah dia?

Di hadapan padang pencarian nan luas tersebut, kita terkadang hilang ditelan arah. Diombang-ambing badai kegamangan, dilamun ombak keraguan.

Terkadang, kita bimbang bersebab begitu banyak variabel pilihan yang terhampar di hadapan kita. Semua serba menggoda. Semua serba menjanjikan. Lalu kita kian hanyut dalam diam yang tak kunjung beranjak. Kemana aku melangkah?

Lain kesempatan, kebimbangan tersebut timbul akibat tidak terlihatnya jalan keluar yang akan diambil. Di tengah gurun pencarian, semua hanya tampak kosong seluas mata memandang. Kita hanya terduduk kelelahan, bingung dengan segala macam kehampaan yang turut terliput. Bagaimanakah aku kini?

Pencarian. Pilihan. Suatu hal yang begitu lumrah sepanjang peradaban manusia.

Antara beriman dan tidak beriman.
Antara resign atau tetap lanjut bekerja.
Antara terus mengabdi atau kembali belajar.
Antara kuliah di dalam negeri atau di luar negeri.
Antara menturuti ambisi pribadi ataukah tuntutan keluarga.
Antara pulang dan pergi.
Antara dia yang ini atau dia yang lain.
Antara diam bergerak atau meneruskan aksi.
Antara berkata CUKUP atau BELUM.

Itu semua pilihan nan dilematis. Ikhtiar untuk mencari jawaban; yang satu jawabannya niscaya mengundang kita menuju tanya-tanya berikutnya. Tak berhenti, hingga kalimat maut menjadi titik noktah terakhir dalam seluruh tindak-tanduk kita.

Lalu siapkah?

Maka kawan, jujurlah dengan apa-apa yang selama ini menjadi keinginan kita; dengan apa-apa yang dicitakan dalam selubung mimpi-mimpi kita. Jujurlah di hadapan Allah!

Selagi di penghujung Ramadhan, di sisa nan akhir untuk malam-malam ganjil tempat kita berburu selama ini; jujurlah dengan apa yang menjadi harapan kita di hadapan Rabb Semesta Alam.

Luruskan maksud. Lalu berdoalah. Bila perlu menangislah. Tak apa, karena tangisan seorang hamba di penghujung malam nan sunyi merupakan pertanda kelembutan hati yang terpatri di dada. Kiranya dengan semua upaya ini, kian mudah bagi kita untuk bersimpuh tulus tentang apa yang menjadi keinginan-keinginan kita selama ini; tentang urusan dunia, pun pula akhirat.

Agar dari situ nanti, Allah berkenan memberi kita sebaik-baik keputusan dari sisi-Nya, jawaban paling selamat, beserta keteguhan paling kuat, terhadap segenap pencarian yang menjadi skenario peranan kita di atas dunia ini. Keputusan yang penuh Berkah-Nya; penuh Ridho-Nya; penuh Petunjuk-Nya; penuh Ampunan-Nya.

Dan apa yang lebih baik dari itu semua, bukan?

Dengan Allah sebagai kompas pemandu kita, Insya Allah kita tak akan pernah sekalipun kehilangan arah. Dari setapak kecil langkah di atas dunia, menuju janji manis penuh indah di kampung akhirat kelak. Insya Allah. Allahumma Amiin.

o-●-o-●-o-●-o-●

Ramadhan 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BATAVIA’s DIARY : Ramadhan Ibukota

Mengenal Bang Zen, Sohib Aliyah di ODOP Batch 7

BATAVIA’s DIARY : Dari Pinggir Jendela

KEPING KEDUA PULUH : Tentang Niat, Tentang Karsa