CHIEF's NOTE : Menyatukan Pikiran


Menyatukan perbedaan itu susahnya minta ampun. Padahal ketika kita menjadi pemimpin, tugas pertama yang harus kita lakukan adalah menyatukan segala perbedaan yang sekiranya mungkin terjadi.

Naiknya kita ke kursi kekuasaan, boleh jadi juga menimbulkan perbedaan tertentu di kalangan hadirin. Itu lumrah. Sebagaimana adanya mereka yang sedia mendukung, tentu tak sedikit juga yang berbeda pilihan, bukan?

Disitulah letak tantangan tersebut berada. Untuk merangkul seluruh kalangan. Agar keberadaan kita dapat memberi kebermanfaatan maksimal pada sesama. Agar sisa energi kita tak sekedar dihabiskan untuk beradu argumen semata, namun untuk kepentingan-kepentingan yang lebih visioner di masa mendatang.

Menjadi pemimpin bukan sekedar duduk di ketinggian singgasana sembari memberi perintah pada mereka yang di bawah. Memimpin adalah tentang menyatukan benang-benang perbedaan di setiap sudut kekuasaan, merapikannya dalam sebentuk jahitan yang kuat, agar mampu menjadi selembar kain yang kokoh lagi tahan banting. Tak cepat kusut. Tak gampang terurai burai.

Ketika menjadi pemimpin, sesekali betindak egois memang sekiranya perlu. Bila tidak, tak akan pernah ada satupun keputusan tegas lagi berwibawa yang dapat diambil olehnya. Namun untuk menyatukan segala ragam perbedaan, mengesampingkan ego adalah suatu keharusan. Tanpa itu, seorang pemimpin tak akan dapat menyelami arus gagasan orang-orang di sekitar. Mengosongkan gelas. Bukan karena tidak tahu harus berbuat apa, melainkan agar ide-ide orang lain dapat masuk dan turut mewarnai visi-misi yang kita bawakan. Disitulah kepiawaian kita dalam berkomunikasi dan melobi akan diuji seutuhnya. 

Dalam perjalanan menyatukan tersebut, kita mungkin akan tersandung sekali, dua kali, atau bahkan beberapa kali. Akan ada orang-orang yang tetap bersikeras dengan pendirian mereka. Akan ada silang pendapat yang membuat kepala serasa akan pecah. Bahkan boleh jadi akan ada hujatan yang ikut menghampiri.

Memang sakit. Memang perih. Memang menimbulkan luka. Tapi adakah perjuangan yang mudah? Terlebih untuk mempersatukan hati serta pikiran orang-orang, agar mereka sedia berdiri di belakang kita, agar mereka sedia percaya kepada kita, adakah yang semua itu sepantasnya berharga murah lagi gampang?

Duhai. Kejayaan Roma tidak dibangun dalam satu malam. Ada banyak tawa, tangis, dan getir pengorbanan yang membersamai proses menuju hal tersebut. Sama halnya dengan 'Rumah' baru kita ini. Untuk mewujudkan mimpi-mimpi besar di dalamnya, kita perlu bekerja amat keras. Jatuh bangun. Dari hari ke hari. Bata demi bata. Sesekali bolehlah kita menangis pertanda berat, tapi sesudah itu, mari terus berbahagia bersama, agar kita dapat terus tegak berdiri hingga akhir.

Karena bukankah kita hanya manusia biasa dengan sekeping hati di dada? Yang dengannya kita hanya bisa terus dan terus berikhtiar sesuai batasan kita, untuk selanjutnya menyerahkan pada kuasa-Nya, Sang Khalik. Maka bila demikian halnya, mengapa kita tak berjuang bersama-sama saja, bukan?

Maka semoga kita akan terus maju. Untuk menyatukan hati sesama. Untuk berkarya bersama. Mengarungi lautan badai selama setahun penuh, menuju tempat kembali nan hangat yang menanti di satu pelabuhan di ujung samudera sana.

Selamat Datang. Selamat Bergabung. Mari berbahagia!

___________________


[Chief's Note] adalah upaya saya untuk terus belajar sembari berbagi seputar dunia kepemimpinan yang baru saja saya masuki. Ini memang bukan sudut pandang terbaik, tapi semoga yang sedikit ini, dapat meringankan amanah yang berat ini serta membantu saya untuk menyatukan orang-orang di sekitar saya. Saya percaya, sebuah tulisan akan menjadi spesial manakala terus ditulis dengan setangkup tulus niatan yang baik. Sama halnya dengan seluruh ikhtiar ini. Ketulusan dari saya, untuk sahabat-sahabat saya, dimanapun dan kapanpun. 

Selamat Membersamai!

___________________


Ibukota Lama,
7 Rabiul Akhir 1441 H
Berkarya dan Berdaya Bersama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BATAVIA’s DIARY : Ramadhan Ibukota

Mengenal Bang Zen, Sohib Aliyah di ODOP Batch 7

BATAVIA’s DIARY : Dari Pinggir Jendela

KEPING KEDUA PULUH : Tentang Niat, Tentang Karsa