CAKRAWALA RINDU : Sketsa Tujuh



Langit kembali bermega mendung.

Di sudut keramaian, aku berhenti barang sejenak. Mengenang ragam jejak perjalanan di tengah lalu lalang manusia kota ini.

Aku merindu. Tapi tentang patah hati, adakah yang semudah itu, Kasih?

Sebakda pergimu, aku terkulai layu di ambang waktu. Beringsut mengusir gontai yang tetiba menghiasi puncak karsa : aku harus pergi.

"Untuk melupakan, kita butuh kesibukan", kata salah seorang kawan.

Baiklah. Sepekan kemudian, aku mengiyakan 5 tawaran pekerjaan yang sedianya sedari dulu kutolak berkali-kali. Aku seakan hanyut tenggelam. Bersama rutinitas baru, aku terus berlari, seakan berhenti hanya membuatku kian bertambah gersang rasa.

Semata demi melupakanmu.

Lantas, adakah semua kan usai sesaat sebakda itu?

Seutas senyum tersungging samar di bibirku. Menatap angkasa yang kian pekat gelap bewarna abu, seakan bersiap menggelar tirai terakhir sebelum embun riak turun berhamburan dari lautan langit.

"Belum.... bahkan tidak sama sekali...", batinku.

Karena sejauh apapun aku berusaha untuk melupakan, pada akhirnya aku hanya bisa merelakan. Segalanya.

Dan adakah itu semudah yang orang katakan, Kasih?

Untuk melepasmu melenggang pergi begitu saja; untuk melanglang meninggalkan negeri demi menanggalkan lintas kenangan tentangmu; untuk mencari ganti dari setengah hati yang tercuri bersamamu; adakah semudah itu?

Aku menggeleng.

Tiba-tiba, angin sembilu datang dan lekat berbisik, "Lalu apa yang jadi anganmu kini, wahai?"

Angan inginku?

Sederhana saja. Bagaimana hati ini dapat berdiri merdeka di atas keinginan sendiri. Agar hari-hari yang berlalu, tak lagi sekedar pelampiasan dan pelarian, dari seluruh cerita yang tak tuntas tersampaikan, dari seluruh rasa yang tak kunjung terbalaskan.

Kepadamu. Tentangku. Sebakda pergimu.

Tak cukupkah itu, duhai Kasih...?

----------------

Tanjung Barat,
6 Rajab 1440 H - 01.59
Seribu Bangau Kertas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BATAVIA’s DIARY : Ramadhan Ibukota

Mengenal Bang Zen, Sohib Aliyah di ODOP Batch 7

BATAVIA’s DIARY : Dari Pinggir Jendela

KEPING KEDUA PULUH : Tentang Niat, Tentang Karsa