Rahvayana : Kisah Kasih Rahwana
[Source: Here] |
Alengka genap bergemuruh. Peperangan ini akan segera berkecamuk ke titik puncak pementasan, dengan kematian salah satu di antara Rama atau Rahwana sebagai tirai penutupnya. Siapakah yang layak berdiri sebagai pemenang?
Alengka bergemuruh. Begitu kencang, sekencang gemuruh di dada sang durjana negeri, Rahwana. Saat ini dia sedang bersiap menyongsong palagan terakhir bukti kisah kasihnya kepada sang Kekasih, Dewi Sinta.
Dia akan berangkat seorang diri. Wibisana, sang adik, beberapa waktu silam berpindah kubu ke pihak Rama, mengkhianati negeri tumpah tumpah darahnya sendiri sekaligus mengingkari sumpah setianya sebagai seorang ksatria kerajaan. Kumbakarna, adiknya yang lain, gugur gagah berani sebakda memporak-porandakan setengah pasukan musuh, menyongsong kematian seiring tembakan panah Rama yang memisahkan badan beserta kepalanya. Dan Indrajit, anaknya yang mahasakti, ikut gugur setelah ritual ajiannya diganggu secara pengecut oleh Laksmana dari pihak Rama.
Tapi Rahwana berangkat seorang diri bukan karena tiadanya kerabat atau panglima yang dapat mendampinginya. Ini sepenuhnya tentang harga diri. Bahkan sekalipun Wibisana, Kumbakarna, ataupun Indrajit masih hidup di sisinya, dia tak akan sudi sedikitpun diiringi oleh mereka. Tidak. Demi cinta sang Kekasih. Demi darah rakyat tak berdosa yang tidak seharusnya mati sia-sia di gelanggang pertempuran ini. Harus dia, dan hanya seorang Rahwana sahaja yang boleh maju menyongsong persabungan nyawa ini.
Apakah Rahwana jahat?
Duli semesta! Setelah membawa Dewi Sinta pergi dari hutan, Rahwana menempatkannya di Taman Asoka, satu-satunya taman paling indah di seluruh Kerajaan Alengka. Dan sesudah itu, selama 10 tahun berikutnya, adakah Rahwana mencoba menggunakan kekuasaanya yang begitu besar untuk menodai kesucian sang Kekasih?
Tidak, anakku. Setiap hari, selama 10 tahun, Rahwana terus mencoba dan mencoba membujuk rayu sang Kekasih, dengan untaian kata yang paling lemah lembut, dengan hadiah tiada terkira, dengan alunan syair-syair paling merdu. Hanya itu. Tapi tidak sekalipun seorang Rahwana melanggar batas suci cintanya pada sang Kekasih. Dia hanya melengos sedih lalu beranjak pergi saat seluruh persembahannya ditolak mentah-mentah oleh Sang Dewi. Namun adakah itu membuatnya patah semangat? Tidak. Seluruh penolakan tersebut hanya membawanya untuk datang kembali keesokan harinya, menghibur sang Dewi yang merupakan perwujudan cinta seumur hidupnya, meski hanya akan berujung pada penolakan sebagaimana biasanya.
Boleh jadi, satu-satunya 'kesalahan' Rahwana adalah jatuh cinta pada Dewi Sinta tanpa seizinnya. Alasan yang kemudian membuatnya nekat membawa lari Sang Dewi ke kerajaanya. Tapi, duhai semesta, apakah salah seorang Rahwana yang kepincut jatuh hati kepada Sang Kekasih, mengingat kecantikan Dewi Sinta sendiri tiada bandingannya ketika itu? Salahkah ia?
Alengka bergemuruh begitu kencang. Seakan mengiringi sosok sang Maharaja Rahwana yang sedang bersiap memasuki gelanggang terakhir ranah pertempuran. Dia akan mati. Rahwana tahu hal tersebut. Tapi dia ingin dikenang sebagai sosok ksatria gagah berani, yang mempersembahkan bukti kematian sebagai bakti tertinggi kisah kasihnya pada sang Kekasih, Dewi Sinta.
Sejarah boleh jadi lupa mencatatnya, karena sejarah sendiri selalu ditulis para pemenang. Namun Rahwana percaya, suatu hari nanti, akan ada orang-orang yang mampu menewarang dari sisi sudut pandangnya. Menuliskan tentang ketulusan cintanya, dan membuktikan bahwa cinta tak selamanya harus memiliki.
-----------
Ibukota Alengka,
Wasiat Terakhir sang Raja.
Jos gandoslah, pokoke tak mampir dulu. wkwk
BalasHapusAshiaaap kang arsitek...
Hapusrahwana versi pujangga. puitis jiwaaa.
BalasHapusAkhirnya sudut pandang yang di inginkan Rahwana pun diangkat, kasian Rahwana :')
BalasHapusDalam beberapa versi lain, justru Rama lah yang pada akhirnya nanti meragukan kesucian Sinta...hehe
HapusWayang selalu gtu kak.. gak selamanya yang baik selalu baik, dan tidak mesti yang buruk selalu jahat...hehe
Baguuuusss 😍😍
BalasHapusGambare werkudara bukan sih? Hehe..suka sama cerita wayang...perspektif rahwana nih
BalasHapusSepengetahuan saya, ini wayang Rahwana sih... Kalau Werkudara jelas bukan, soalnya kalau dia sanggul yang dipakai melengkung runcing, kak..
Hapus