Asa Keberanian



Sadarkah kita, bahwa untuk maju ke depan, kita harus terlebih dahulu meninggalkan titik awal kita?


~ Catatan Maninjau, Januari 2018 ~


-------------------


Hari ini, ketika takdir sekali lagi mengantarkan saya pada persimpangan besar pilihan hidup, saya kembali teringat beberapa pemahaman hidup nan sederhana yang sempat terlupakan.


Ada apa dengan kegagalan? Ada apa dengan keterpurukan? Ini bukan kali yang pertama, bukan?


Di titik tersebut, saya kembali mengenang seluruh perjalanan ketika dulu memutuskan meninggalkan tanah rantau Maninjau. Satu pertaruhan besar. Melepas zona nyaman yang telah bersusah payah dibangun selama 3 tahun perjuangan, berpindah tempat tanpa rencana matang apapun, mengulangi kembali segala kemajuan dari titik nol, -ah, saya ingat saya pernah jatuh begitu terpuruk.


Mental saya ketika itu sangat terpengaruh. Selama 1 bulan masa transisi, saya bahkan merasakan apa yang disebut orang sebagai Post Power Syndrome. Yaitu saat seluruh kesibukan dan kekuasaan seakan dicabut begitu saja, dan menyisakan kita yang gontai kehilangan orientasi tujuan.


Itu menakutkan. Tapi nyatanya, segala puji bagi Allah, 2 tahun sebakda itu, saya telah menemukan kembali antusias kehidupan yang sama bergairahnya. Saya mampu bertahan. Terus belajar dan berkembang hingga mencapai titik ketinggian saat ini. Sekalipun belum sempurna mapan, tapi yang terpenting adalah proses bertumbuh itu sendiri, ya kan?


Lalu, ada apa dengan kegagalan? Ada apa dengan mengulangi kembali garis nadir? Toh, hidup masih harus tetap berlanjut, kan?


Karena memang jawabannya begitu dekat. Hanya berujung pada ayat ke 6 dari surat Al Fatihah yang setiap sholat selalu kita lisankan : "Ihdinaas Shiraathal Mustaqiim..."


Jalan yang lurus, duhai Rabb! Sekalipun itu kemudian membuat kami singgah sejenak dalam keterpurukan dan kegagalan, maka sungguh tak mengapa! Karena kami percaya, itulah sebaik-baik cerita untuk kami di atas dunia ini.


Maka kini, sesudah tersadar, semoga turut hilanglah seluruh kegelisahan yang ada. Bahwa semua yang menjadi ikhtiar kita, selama bersandar pada niatan yang tulus, dan husnudzon yang baik pada ketetapan-Nya, maka percayalah,  semua akan tetap bermuara pada hasil yang sama barokahnya.


Sekalipun boleh jadi tak sesuai dengan gambaran di mata, tapi tak mengapa! Itulah yang membuat kita menjadi manusia! Ketidaktahuan! Yang dengan ketidaktahuan tersebut kita terus melaju berproses. Menyempurnakan apa-apa yang dianggap kurang, memperbaiki apa-apa yang mungkin tersilap, melengkapi apa-apa yang belum tergenapi.


Dengan itulah kita, sekalipun perlahan, akan tiba pada sebaik-baik ujung perjalanan, untuk menggenapi segenap jawab dari seluruh munajat yang terpanjatkan di hadapan-Nya. Dengan berberserah diri. Merelakan. Melepaskan seluruhnya kepada kehendak Rabb Penguasa semesta, seusai tuntas seluruh ikhtiar dan upaya kita sebagai pelaku.


Kini saya mengerti, bahwa memang untuk itulah seluruh pencarian ini ada.


Salamku, untukmu.
Kasih.


----------------

Ibukota
18 Sya'ban 1441 H - 20.56
Asa Keberanian

Komentar