P-Pertemuan


Gurunda kami, Ustadz Syihabuddin Abdul Muis, pernah menuturkan kepada kami, bahwa suatu ketika ada salah seorang Maha Guru (Syekh) dari Arab Saudi yang hendak berkunjung ke Indonesia dan berencana mampir sejenak ke pesantren kami di Kampung 2 Menara. Benar-benar ‘sejenak’ dalam arti sesungguhnya, karena dari apa yang disampaikan kepada beliau, Syekh ini tadi hanya bermaksud bertamu dalam hitungan 1 atau paling banter 2 jam saja, sebelum melanjutkan penerbangan ke tujuan berikutnya.


Sempat timbul rasa heran di hati beliau. Sejauh itu, menempuh jarak kurang lebih 8000 km, untuk kemudian sekedar bertatap muka dalam durasi amat singkat, tentu terasa amat kurang, bukan?


Namun apa daya. Di hari-H, dengan segala ketetapan Allah, Gurunda kami tetiba punya urusan nan mendadak sehingga harus pergi ke luar kota, dan gagal melangsungkan seluruh hajat niatan di atas.


Barulah ketika melaksanakan ibadah Umroh, beliau menyempatkan untuk sowan langsung ke kediaman sang Maha Guru, menyambung silaturrahmi, memohon keberkahan, sembari menghaturkan maaf karena batal bertemu di hari tersebut.


Disitulah kemudian tersibak seluruh tabir yang selama ini menjadi tanya beliau. Sang Syekh mengatakan, “Wallahi (demi Allah), saya ingin bertemu engkau wahai Syihabuddin, bertatap muka walaupun hanya sejenak, karena uhibbukum fillah … ”


Uhibbukum Fillah. Aku mencintaimu karena Allah. Ungkapan yang mewakili betapa besarnya rasa cinta serta ukhuwah dari sang Syekh untuk beliau. Sehingga perbedaan jarak dan perjuangan menempuh waktu tak lagi berarti apapun jua.


Dan memang begitulah seharusnya, kawan. Pertemuan tak selamanya harus berujung pada ide-ide besar, atau gagasan-gagasan nan revolusioner. Pertemuan adalah pertemuan. Momentum bagi kita untuk duduk bersama, bertukar cerita, sembari menyesap minuman hangat masing-masing. Aku dengan secangkir coklatku, dan engkau boleh jadi dengan segelas teh ataupun kopi kesukaanmu.


Kita bertemu karena lama tak berjumpa. Saling perduli, tahu sama tahu, bahwa ada  rindu yang kadung membuncah, memanggil semua kenangan hangat yang tercipta selama berjuang bersama di masa putih abu-abu dulu. Tak cukupkah?


Jadi @pasukanlangit, kapan kita reuni? Syawal ya?

Komentar