BATAVIA's DIARY: Tentang Karantina dan Kesibukan Kita

Photo by Adam Nieścioruk on Unsplash


Dear Diary,


Ibukota yang kita kenal, sekarang sepertinya mulai memasuki babak baru dalam memerangi penyebaran virus Covid-19. Dari informasi yang beredar, kudengar bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bakal efektif diterapkan per Jum'at hari ini.


Ah, itu kabar yang melegakan. Di tengah kondisi dunia yang kurang bersahabat, dimana media dan  ruang maya rentan dipenuhi berita-berita yang kurang menggembirakan, semoga kabar barusan sedikit banyak turut mengangkat harapan optimis kita sebagai seorang manusia.


Itu membuat tenang. Setidaknya bagi aku seorang diri. Pemerintah mulai menunjukkan keseriusan mereka dalam sebuah aksi tindak nyata. Itu suatu hal yang patut kita acungi jempol, ya kan? 


Tapi, dear diary, disini aku ada bukan untuk membicarakan politik pemerintah dan oposisi. Kurasa, biarkan orang lain yang lebih (sok) mengerti saja yang mengambil bagian pekerjaan itu.


Sedang aku, cukuplah sekedar menuliskan sudut pandang baru yang aku temukan dalam perjalanan karantina pandemik Covid-19 selama sebulan terakhir.


Ah ya, jadi tentang #DiRumahAja, apa yang bisa kita pelajari sampai saat ini?


Di satu titik, aku belajar mensyukuri segenap kesibukan yang dulu terjadi di hari-hari terbaik Ibukota. Ketika karantina #DiRumahAja berlaku, semua kesibukan itu tiba-tiba hilang dan berganti setangkup bingung : hendak apa?


Mungkin memang benar sebagaimana yang dikatakan pepatah terdahulu. Sesuatu baru tampak begitu berharga ketika itu telah hilang dari pandangan kita.


Itu betul. Dulu dengan adanya kesibukan-kesibukan tersebut, langkah harian kita dapat terukur sebagai suatu hal produktif. Meski sedikit banyak memang membuat kita stres dan suntuk setengah mati, tapi akuilah boi, dari lubuk hati terdalam, kita sejatinya mensyukuri adanya kesibukan tersebut karena itulah yang kemudian menjadi pertanda bahwa kita hidup.


Iya, hidup! Karena ketika itu berganti menjadi tiada, kita seakan hilang arah, bingung untuk melangkah kemana. Kita seakan kehilangan legalitas kita sebagai seorang manusia, yang seharusnya serba aktif, kreatif, dan penuh inisiatif.


Maka mungkin benar juga yang dikatakan di buku-buku itu! Bukan usia tua yang membunuhmu! Tapi sunyi dan sepilah yang menghilangkan jati dirimu!


Aha. Karena itu, aku sadar se-sadarnya, bahwa untuk bertahan di kondisi serba baru ini, kita harus lekas beradaptasi. Mencari kesibukan pengganti. Menumbuhkan harapan-harapan baru. Terus optimis. Yakin bahwa suatu hari nanti semua ini akan berlalu, dan manusia akan kembali bangkit dari keterpurukan yang ada.


Dan oh ya, karantina #DiRumahAja ini, sebenernya juga bisa menjadi kesempatan yang lebih baik bagi kita untuk mengenal diri sendiri, mengenal keluarga terkasih, dan yang terpenting mengenal Sang Pencipta yang boleh jadi kerap tertinggal oleh rutinitas harian Ibukota kita.


Dari situlah, semoga kita sembari terus menyiapkan semangat untuk proyek-proyek berikutnya. Untuk ancang-ancang kembali berlari, agar selangkah lebih dekat menuju angkasa cita di antara lautan awan.


Tetap bahagia. Stay Safe. 
Udah di rumah dulu aja.


--------------------


Ps.
Mumpung bisa rebahan sampai puas, 
mengapa tak kita cukupkan dahulu saja, ya kan?


---------------

Ibukota,
16 Sya'ban 1441 H - 1.29
Ancang-Ancang Kita

Komentar