CAKRAWALA RINDU : Sketsa Empat

[Dok. Pribadi]
Kita pernah bertemu. Lalu berpisah.

Aku, kamu, semua saling berdalih mencari setangkup makna bahagia dari bilik jendela masing-masing.

Aku berkelana. Ikut ke arah ombak bergelayut manja, merana menyimpan rindu. Padahal kutahu, rindu tersebut tertiup angin tertitip di tanah mula.

Engkau menetap. Beringsut segar meski menyimpan selarik kusam, bingung mencari arti kembali yang tak kunjung datang kembali. Padahal engkau sama tahu, bahwa kata 'kembali' hanya ada sebakda penantian lantang penuh nyali.

Lalu, di salah satu simpang semesta, kita bertemu lagi. Malu-malu menyapa, lantas bertanya : "Sudahkah engkau berbahagia?"

Masing-masing dari kita, coba menegakkan kepala, agar semua kepura-puraan yang terpasang jangan sampai tersingkap. Bersembunyi di balik topeng manis Raja Rahwana, durjana malang dari Kerajaan Alengka.

Kemudian sama terdengar: "Ya, sudah..."

Padahal bilik-bilik hati kita bergemuruh begitu keras, menertawakan mendung palsu yang merundung cinta antara kita berdua.

Dan laun terdengar, senandung sunyi yang sekali lagi menjadi saksi, untuk cinta kesekian yang berujung pada noktah perpisahan : Selamat Tinggal, Kasih!

---------------

Dari akoe,
oentoek permatakoe djang hilang.

Komentar

  1. Hiks, menelisik jauh ke belakang, membuat rindu ini semakin mencekam. 😉👍👍

    BalasHapus
  2. Iya diksinya pasti keren dan konsisten satu bidang

    BalasHapus
  3. Saya suka saya sukaa keren2 lanjutkan kaaak

    BalasHapus
  4. Pertemuan yg canggung n pedih 😥, ya Kak
    *Salken dr Tokyo

    BalasHapus
  5. Rindu sungguh menyebalkan, bye bye kasih. Wkwkwk

    BalasHapus
  6. cinta kesekian? wadidaw panen mantan jiwaaa

    BalasHapus
  7. Keren, Kak. Diksinya Bagus bgt .Terus makna rindu dan perpisahan juga ngena.

    BalasHapus
  8. Kok keren ya, belum bisa bikin yang seperti ini 😭

    BalasHapus
  9. Untuk kesekian kali main kesini selalu dimanja dengan diksi yang apik, terima kasih kak^_^

    BalasHapus
  10. Salfok sama caption paling akhir.... 😅

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BATAVIA’s DIARY : Ramadhan Ibukota

Mengenal Bang Zen, Sohib Aliyah di ODOP Batch 7

BATAVIA’s DIARY : Dari Pinggir Jendela

KEPING KEDUA PULUH : Tentang Niat, Tentang Karsa