KEPING KESEMBILAN : Topeng Rahwana

[Source : Here]

Syahdan, dalam epos Ramayana gubahan Resi Walmiki, kita kenal bersama sepak terjang Prabu Dasamuka, sang antagonis utama yang pun akrab kita panggil dengan sebutan Rahwana.

Ia dikenal memiliki 10 rupa nan berbeda, menjadikannya begitu sakti dan seakan tak punya celah. (Dasa = Sepuluh ; Muka = Wajah) Namun ia dihujat sebagai pihak yang kalah, tersungkur mati di hadapan Sri Rama dalam pertarungan gagah berani yang mengatasnamakan cinta pada Dewi Sinta.

Tapi sungguhkah kita, manusia biasa yang kerap latah menjelekkan seorang Rahwana, pantas untuk disebut lebih baik daripada dia?

Ini yang menarik.

Rahwana boleh mempunyai ajian 10 rupa nan berbeda. Tapi, bukankah dalam kehidupan nyata, kita terkadang punya lebih banyak  'topeng' daripada dia? Bukankah dalam keseharian kita hari ini, banyak make-up kepalsuan yang sengaja kita kenakan untuk menutupi diri kita yang sesungguhnya?

(Ingin) terlihat perlente. (Ingin) terlihat baik. (Ingin) terlihat sholih. (Ingin) terlihat cantik. (Ingin) terlihat rupawan. (Ingin) terlihat kaya. (Ingin) terlihat pintar. (Ingin) terlihat dermawan. (Ingin) terlihat pemberani. Atau bahkan, sengaja (Ingin) terlihat kejam, jahat, maupun culas.

Bukankah imej seperti itu sepatutnya juga disebut sebagai 'topeng' yang mengaburkan rupa asli kita, dan menutupi celah ketidaksempurnaan kita? Lantas apa bedanya kita dengan seorang Rahwana, bukan?

Rahwana, demi membuktikan bakti cintanya pada Dewi Sinta, ia tak takut untuk menyabung nyawanya.  Tekad yang selalu terjaga, hingga tiba di puncak cerita dimana dia secara ksatria bertarung sampai titik darah penghabisan melawan Ramawijaya.

Lantas kita hari ini? Bukankah dalam perihal cinta, seringkali kita masih kalah 'jantan' daripada seorang Rahwana?

Setidaknya Rahwana tak pernah berusaha menutupi siapa dirinya di hadapan Dewi Sinta. Rahwana jujur mengakui bahwa paras wajahnya memang tak setampan Rama, sebagaimana dia pun akui bahwa dirinya memang merupakan bagian dari kaum raksasa yang selama ini lekat dengan kesan 'jahat' . Tapi meski terbilang 'jahat', kita juga tahu bersama, bahwa sekian tahun Rahwana menyekap Dewi Sinta di kerajaan Alengka, tak sekalipun Rahwana bertindak tanduk berani menjamah kesucian sang Dewi, bukan? Padahal dia adalah seorang raja nan berkuasa di sana.

Lantas, bagaimana dengan kita hari ini? Bukankah untuk memperjuangkan cinta, banyak dari kita yang lekas mencari aneka 'topeng' supaya terlihat lebih baik ? Agar terlihat lebih sempurna, juga untuk menutup rapat-rapat semua kekurangan kita? Dan nanti ketika telah resmi menjadi pasangan se-rumah, baru kita akan buka semua tabir kejelekan yang kita miliki? Bukankah banyak pula yang demikian?

Atau bukankah banyak dari kita, yang dengan beratasnamakan cinta, justru malah memaksakan kehendaknya kepada pasangan? Menjalin hubungan tak bertanggung jawab, memadu kasih sebelum resmi mengikat janji menikah, hingga ketika nafsu telah berurai bosan lantas ditinggal begitu saja mencari ganti yang lebih 'segar'. Adakah? Banyak.

Ah, akuilah, kawan. Kita sekalipun terkadang dalam beberapa hal punya kemiripan dengan Rahwana yang sering kita hujat itu. Bahkan, dalam beberapa hal lainnya, Rahwana masih jauuuh lebih baik dari kita semua.

Setidaknya Rahwana, dengan 10 rupa yang dimilikinya, tidak bersikap munafik, pun tidak berusaha menutupi semua kekurangan serta ketidaksempurnaan nya. Setidaknya Rahwana, sekalipun punya kuasa demikian tinggi, tetap berpantang untuk menyakiti perasaan perempuan, pun pantang mundur untuk mempertahankan prinsip yang ia yakini.

Hal-hal yang sangat susah sekali untuk kita lakukan di dunia kita hari ini, dunia dimana hanya yang indah lagi menawan saja yang diperhatikan, walau keindahan tersebut terbuat dari topeng maskara yang ribuan jumlah lapisnya.

Tapi kawan, sebagai penutup, apakah memang mutlak merupakan hal yang salah mengenakan 'topeng' menutupi kekurangan kita di hadapan sesama?

Bagi saya pribadi, belum tentu. Kembali kepada apa yang menjadi tujuan kita melakukannya. Karena setiap kita tentu punya rahasia masing-masing, sepetak kubikel gelap lagi suram yang kita sembuyikan dalam-dalam dari sesama. Itulah yang kita sebut sebagai AIB, celah ketidaksempurnaan yang semua dari kita pasti memiliki nya, pertanda bahwa kita merupakan mahluk nan manusiawi, tak luput dari dosa maupun khilaf.

Maka, menutupi aib itu sebuah kebaikan. Menginsyafi nya agar kita bergegas menuju taubat merupakan keharusan. Tapi memolesnya dengan make up yang begitu tebal, hingga kemudian kita lupa siapa diri kita yang sesungguhnya, adalah sebuah ketidakjujuran yang fatal. Lebih-lebih bila kemudian menjadikan kita seorang munafik bermuka dua.

Silahkan jika engkau tetap bersikeras memakai aneka topeng dalam keseharianmu. Tapi kawan, satu hal yang harus kita ingat, bahwa sebanyak apapun lapis demi lapis penutup muka yang kita kenakan hari ini, semua tetap akan terbuka jelas ketika kita berhadapan dengan Tuhan Yang Maha Mengetahui.

Jadi, mulailah belajar untuk jujur tentang siapa diri kita sesungguhnya.

----------------------


Markaz Iqro,
Sejumput Kecil Tanah nan Asri

Komentar

  1. Indah sekali untaian katanya... Bener bgt hal yang paling sering luput adalah jujur pada diri sendiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks kak buat supportnya... Jujur pada diri sendiri adalah satu dari sekian hal tersulit bagi kita seorang manusia. Termasuk saya sendiri. Hehehe...

      Hapus
  2. Perspektif baru dari sosok Rahwana..keren

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kak. Dunia manusia seharusnya punya banyak persamaan dengan dunia wayang. Tidak selamanya yang jahat harus selalu jahat, dan tidak selamanya pula yang baik akan terus bersih dari cela. Tiada gading yang tak retak. Tak ada manusia yang sempurna. Dunia wayang juga begitu jika kita teliti cermati. Hehehe...

      Hapus
  3. Balasan
    1. Thanks buat supportnya kak... Semoga betah berlama-lama di rumah kami ini...hehehe

      Hapus
  4. ya, benar.. percuma gunakan topeng, karena ada Allah yang maha mengetahui

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga membantu kita untuk lebih jujur kepada diri kita sendiri. Amiin,,,

      Hapus
  5. wow bukan bermuka dua tapi bermuka sepuluh

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BATAVIA’s DIARY : Ramadhan Ibukota

Mengenal Bang Zen, Sohib Aliyah di ODOP Batch 7

BATAVIA’s DIARY : Dari Pinggir Jendela

KEPING KEDUA PULUH : Tentang Niat, Tentang Karsa