KEPING KEEMPAT BELAS : Menang atau Kalah

[Dok.Pribadi]
o-●-o-●-o-●-o-●


"Guru, apa hakikat kemenangan?"

"Ketika engkau siap menghadapi kekalahan, sebagaimana sama siapnya untuk menggapai kemenangan itu sendiri.

Di saat itulah engkau mencapai puncak tawakkal tertinggi; berserah diri sepenuh hati pada kekuatan kosmik semesta-Nya.

Di saat itulah engkau memegang kekuatan terbesar; keikhlasan untuk sepenuh sadar bersandar pada gurat garis takdir Sang Maha Pencipta.

Dan di saat itulah, apapun hasil yang terjadi di akhir nanti, engkau sesungguhnya telah MENANG sebenar MENANG!"


o-●-o-●-o-●-o-●


Esok lusa, ada pengumuman penting yang bersama kami nanti dengan segenap harap. Pengumuman yang boleh jadi, akan menjadi garis acuan untuk kehidupan kami beberapa tahun mendatang.

Awalnya nervous. Sangat nervous. Jeda 48 hari semenjak pelaksanaan ujian tes, jelas terasa begitu lama bagi kami yang menunggu hasil terbaik. Ada saat-saat dimana firasat menang itu muncul menenangkan pikiran. Namun, ada lebih banyak waktu-waktu lain yang terkontaminasi dengan setumpuk rasa takut maupun ragu. Bagaimana jika kami gagal? Bagaimana jika kami tersandung jatuh? Bagaimana jika kami tidak lolos? Bagaimana jika bla bla bla...dan seterusnya.

Hingga akhirnya, di puncak kegelisahan yang menyandera jiwa kami beberapa hari terakhir ini, kami kemudian menyadari satu pemahaman hidup nan penting.

Bahwa sejatinya ini masalah yang begitu mudah. Hanya tentang seberapa jauh diri kita menerima; hanya tentang seberapa ikhlas diri kita merelakan.

Apakah menang, —dalam kasus ini, berarti lolos seleksi-, selalu musti menjadi pertanda kebaikan? Ah, belum tentu, kawan. Bisa jadi, di ujung sana ada ujub yang menanti, menjadikan diri kita terjatuh dalam jurang kesombongan serta menjauhkan kita dari rasa syukur kepada-Nya. Atau bisa jadi, di ujung sana nanti kita justru kehilangan banyak hal yang kita sayangi : keluarga terkasih, harta benda, keamanan nan menenangkan, atau bahkan kehilangan bara iman yang menerangi hati kita selama ini.

Lantas, apakah kalah, —dalam hal ini gagal lolos seleksi-, selalu musti berkonotasi buruk bagi kelanjutan hidup kita? Juga belum tentu, kawan. Boleh jadi, ada pintu-pintu lain yang Allah bukakan bagi kita, sebagai ganti untuk semua kesabaran kita hari ini. Atau boleh jadi, kekalahan inilah cara terbaik Allah dalam mengasah jiwa kita, memperkokoh tekad kita, agar senantiasa ingat esensi terpenting yang menjadi tujuan mimpi kita selama ini.

Dalam doa sekalipun, hendaknya bukan tempat bagi kita untuk memaksakan kehendak di atas kehendak-Nya. Karena kita hanyalah sekumpulan hamba yang jahil akan segala sesuatu yang gaib; pun serba tak tahu menahu perihal apa yang akan terjadi di masa mendatang.

Maka mohonkanlah yang terbaik pada-Nya! Hasil terbaik untuk segenap iman yang menjadi mercusuar di dada kita. Hasil terbaik untuk setangkup asa yang menanti kita di tahun-tahun mendatang. Hasil terbaik bagi kita, maupun bagi mereka yang mengasihi kita selama ini.

[Dok.Pribadi]

Jika kemenangan itu membawa kebaikan bagi kita, menjadikan kita sosok yang lebih bertakwa di sisi-Nya, maka semoga esok hari kita kan menang meraih kejayaan. Namun jika sekiranya kekalahan itu lebih menyelamatkan, mengantarkan pada ganti kebaikan yang lebih cocok kiranya bagi kita, maka semoga esok hari Allah beri kita kelapangan dada tuk menerima segala gores takdir-Nya.

Pun karena bila dipikir lebih jauh, hakikat pengumuman esok hari hanyalah sebatas bertambahnya satu wasilah (cara) lain bagi kami dalam menggapai tujuan berikutnya: menuntut ilmu. Bilapun gagal, niscaya masih akan ada banyak cara lain menuju tujuan nan mulia tersebut, bukan? Karena Allah Maha Pengasih. Ilmu-Nya meliputi kita dimanapun kita berada nanti. Entah di Mesir, Arab Saudi, Belanda, atau Indonesia sekalipun, selama tujuan kita selalu ikhlas tertuju pada satu titik menuntut ilmu tadi, tentu Allah akan mudahkan kita untuk mencapainya. Selalu ada cara, bagi mereka yang mau berusaha, bukan?

Maka jangan takut lagi, duhai jiwa yang diliputi gundah gelana. Tengadahkan tangan engkau menuju langit, pintalah dengan segenap kerendahan hati, ceritakan semua keluh kesah yang melanda jiwa, dan bahkan bila perlu, menangislah di hadapan-Nya! Jujurlah dengan segenap doa-doa kita, karena sungguh Allah Maha Mengetahui dengan segala rasa yang bercokol di dalam dada kita.

Maka sesudah sejauh ini, bila nanti bisik-bisik kekhawatiran itu muncul kembali, kiranya semoga kami dapat mengkondisikan hati kami masing-masing. Menjawab dengan penuh keyakinan, sebagaimana Musa 'alaihissalam ketika menjawab ketakutan  pengikutnya perihal keselamatan nasib mereka, mengingat di hadapan mereka ada Laut Merah yang menghadang begitu luas, sedang di belakang mereka ada bala tentara Fir'aun yang dengan cepat menyusul penuh beringas. Kata beliau 'alaihissalam ketika itu, —yang semoga menjadi lentera penyejuk hati kami dimanapun kami berada nanti, : "Kalla..! Inna ma'iya rabbi sayahdiin... Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Tuhanku bersamaku, (dan) Dia akan memberi petunjuk kepadaku.." (Asy-Syuara (26) : 62)

Maka semoga. Semoga ada petunjuk terbaik untuk esok hari kita. Menang ataupun kalah.

o-●-o-●-o-●-o-●

Kota Solo,
Jelang Dini Hari.

Komentar

  1. semoga hasil apapun yang keluar besok lusa itu adalah hasil terbaik-Nya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BATAVIA’s DIARY : Ramadhan Ibukota

Mengenal Bang Zen, Sohib Aliyah di ODOP Batch 7

BATAVIA’s DIARY : Dari Pinggir Jendela

KEPING KEDUA PULUH : Tentang Niat, Tentang Karsa