KALA-TENTANG-HUJAN

[Source: Here]

Kekuasaan datang menawarkan diri.
Laki-laki itu balas tersenyum selebar ibu jari

"Duhai, kiranya aku hanya seorang pengelana,
bagaimana mungkin patut duduk bersinggasana?"

Kekayaan ganti menjura menghampiri
Dia lagi-lagi menggeleng tanpa mencari

"Aih, daku sekadar jelata di pinggi negeri
tak perlu bermewah menambah iri
yang penting sekadar cukup untuk bersendiri ..."

Lalu semesta datang bersama anak-anak hujan
genap membasuh basah setampuk kesedihan
mengundang sendu berselimutkan kerinduan

Dia tiba-tiba bangkit bergairah

"Ah, ini dia yang kucari
tetes gerimis yang turun penuh ikhlas
guna diam memelukku sepanjang waktu bersisa
agar luruh menyibak segenap bisik godaan
semata lurus bersimpuh pada-Nya sahaja

Ah, ini dia yang kunanti
serunai air yang menghanyutkan
segala rupa dunia dari pandangan
untuk meniadakan kesiaan
semata demi mengadakan bekal keabadiaan

Selamat tinggal.

Izinkan aku pergi,
dengan sekantong hujan
keemasan di pelupuk rindang
senja yang tenggelam
petang ini,
Kasih.

-------------

Ibukota Lama
catatan yang dilahirkan sebelum waktunya.

Komentar

  1. Jujur aku sambil praktek, senyum selebar ibu jari itu gimana kak? Wkk.

    keren² lanjutkaan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mau komen puisinya ech ketawa duluan bayangin tingkah Nur hahaha

      Hapus
  2. Diksinya nggak usah lah dibantah indahnya, penasaran sama catatan kakinya. 'Catatan yang dilahirkan sebelum waktunya'...hmm...apa maksudnya ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe... Sebenernya ini puisi yang 'belum selesai' kak... Saya merasa puisi ini masih bisa dilanjutkan lebih jauh, terutama tentang kumpulan pesan yang mau disampaikan kepada pembaca... C

      uma ya itu, wkwkw, deadline nya udah keburu habis... Mana pas hari itu saya seharian ada acara di luar lagi...hehehe

      Hapus
  3. Bait terakhirnya membuatku penasaran 😊

    BalasHapus
  4. Kata kata gini adalah cita2 ku😕
    Tpi sussah

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

A-Ambisi

KEPING PERTAMA : Garis Nadir

KEPING KELIMA : Aroma Hujan

CERBUNG : Mimpi di Ujung Meja Hijau (Bagian 3)