PERGI (untuk) KEMBALI : Mengantar Tukik Pulang

[Dok. Pribadi]

Tentang pulang, mari kita sejenak belajar dari tukik-tukik (bayi penyu) yang beranjak kembali.

Sehari sebakda menetas dari telur, jelang malam, tukik-tukik ini dilepasliarkan kembali ke lautan yang menghampar luas. Agar gelap yang genap berpendar sedari petang dapat membantu menghindarkan mereka dari ancaman pemangsa, sekaligus meningkatkan peluang selamat guna meneruskan keberlangsungan hidup jenis mereka sendiri.

Tapi apakah semudah itu?

Tidak.

Untuk kembali ke muasal, tukik-tukik mungil tadi tertatih-tatih merangkak menuju bibir pantai, berulang kali disapu buaian ombak, terhempas dan terus terhempas, sebelum kemudian mencapai laut tempat mereka berpulang.

Tak ada induk yang melindungi, sebab usai bertelur, penyu-penyu betina yang menjadi ibu mereka memang lantas pergi berlalu, meninggalkan mereka tertimbun dalam gundukan pasir pantai. Yang membersamai mereka hanyalah kawan-kawan sesama tukik yang turut dihantar beriringan menuju samudera lepas. Senasib sepenanggungan. Dengan sirip-sirip mungilnya mereka pelan beranjak menyelami lautan, menyusuri jalan kembali yang telah tertera kuat dalam ingatan naluri mereka, hingga akhirnya genap bergabung dalam putaran yang menjadi siklus alami spesies.

Lalu, apakah benar hanya sekedar ‘itu’ saja?

Tidak. Kenyataan yang terjadi di lapangan tentu tak senyaman yang termaktub dalam tulisan ini.

Hanya 1% dari mereka yang berhasil bertahan hidup. Itu artinya, dari 1000 tukik yang dilepaskan kembali ke lautan, kemungkinan yang berhasil selamat beranjak dewasa hanya ada di kisaran angka 10 ekor. Itulah yang terjadi, atau sekurang-kurangnya, itulah yang menjadi asumsi hasil penelitian kita hari ini.

Hanya segelintir itulah yang kemudian melanjutkan garis kehidupan mereka. Melintasi lautan dunia, bermigrasi bersama kawanan penyu-penyu lainnya. Lalu suatu hari nanti, bila memungkinkan, boleh jadi mereka akan kembali ke tanah tempat mereka dilahirkan, menelurkan telur-telur baru yang nantinya akan menjadi gerbang awal kelahiran tukik-tukik lainnya, untuk sekali lagi mengulangi alur proses adaptasi yang serupa : perjalanan maha panjang agar bertahan hidup sembari menantang seleksi alam yang begitu kejam. .

Demi kembali. Demi menyatu bersama habitat yang menjadi akar muasal mereka selama ini. Sepadankah?

Ah, ya. Pulang, bagi tukik, memang tak se-bercanda yang tertera di lagu-lagu romantika kita hari ini.



[Dok. Pribadi]
----------------

* Siapa yang memberi tukik-tukik petunjuk perihal arah mereka pulang? Allah!

** Buanglah sampah pada tempat yang disediakan. Itulah sekurangnya urun ikhtiar kita dalam membantu pelestarian penyu-penyu yang terancam punah di seantero dunia. Silahkan googling dampak sampah-sampah yang dibuang sembarangan terhadap ekosistem penyu di lautan. Saya percaya Anda-Anda yang masih sempat membaca tulisan ini, pasti punya kuota internet untuk sekedar mencari tahu, bukan?

----------------

Location : Pantai Pangumbahan, Ujung Genteng, Sukabumi, West Jawa
Trip Supported by : Halaqoh Tahfizh Riyadhul Qur'an



[Dok. Pribadi]

Komentar

  1. Intinya buanglah sampah pada tempatnya agar kehidupan alam tetap terjaga :) begitu kah?

    BalasHapus
  2. Itu foto yang kedua, bikin kaget.. wkwkwk ✌️

    Qodarulloh yah, dari 1000 bayi penyu, tidak semua bertahan hingga dewasa.

    BalasHapus
  3. Waah indahnya laut+tukik tukik yang unyu

    BalasHapus
  4. Andai saja orang paham bagaimana tukik-tukik ini berjuang demi hidup dan pulangnya. Pasti ah...berharap manusia lebih paham dan membijak dengan sampahnya

    BalasHapus
  5. pengen banget suatu hari nanti bisa lihat penyu menetas dan berjuang kembali ke laut. selama ini cuma lihat di tv dan film. pelajaran berharga dari perjuangan seekor penyu.

    BalasHapus
  6. Kerennnn, jadi pengen ke sana ihhh 😍

    BalasHapus
  7. Cantik tempatnya, baru tau tukik itu baby penyu ya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

A-Ambisi

M-Menelusuri Asal Muasal Nama Ibukota

KEPING PERTAMA : Garis Nadir

KEPING KELIMA : Aroma Hujan